Hari kesaktian pancasila adalah sebutan untuk mengingatkan
bangsa Indonesia akan tragedi sejarah pengkhianatan bangsa yang dilakukan oleh
suatu kelompok yang ingin mengubah Pancasila sebagai Dasar Negera Kesatuan
Republik Indonesia dengan komunisme sebagai Dasar Negara Indonesia. Momentum
ini seharusnya menjadi pelajaran bagi segenap bangsa bahwa segala upaya
penggantian dasar NKRI dan usaha menyingkirkan Pancasila merupakan sebuah
tindakan pengkhianatan terhadap Bangsa. Dan dengan ‘kesaktian’-nya, Pancasila
akan menindak tegas hal tersebut. Karena Pancasila dengan segenap
butir-butirnya merupakan hasil kesepakatan bersama para pendiri Negara
Indonesia yang telah disesuaikan dengan karakter bangsa dan telah terbukti
hingga kini.
Dengan demikian, upaya penggantian Pancasila dengan ideologi
lain apapun (namanya) merupakan bentuk perlawanan kepada pemerintah Indonesia
yang sah (Bughat). Sebagaimana termaktub dalam kitab
الإمــامــة
الــعــظــمـى عند اهل السنة والجماعة
ذَهَـــبَ
غَــالِــبُ أهْـــلِ الــسُّــنـَّـةِ وَالــجَــمَــاعَــةِ إلَـَى أنـَّــهُ لا
يَــجُــوزُ الــخُـــرُوجُ عَــلـَـى أئِــمَّــةِ الــظُّـلْــمِ وَالــجَــوْرِ
بِــالــسَّــيْــفِ مَــا لـَـمْ يَـصِــلْ بِــهِــمْ ظُــلـْـمُــهُــمْ
وَجَـــوْرُهـُـمْ إلـَى الـكـُـفْــرِ البـَـوَاحِ أوْ تـَـرْكِ الــصَّــلاةِ
وَالــدَّعـْـــوَةِ إلـَـيــهَــا أوْ قِــيـَـادَةِ الأُمـَّـةِ بِــغـَـيْــرِ
كِــتـَـابِ اللهِ تـَــعــالـَى كـَـمـَـا نـَـصَّــتْ عَــلَــيــهـَـا
الأحَــادِيــثُ الــسَّــابِـــقـَـةُ فَــي أسْــبَــابِ الــعَـــزْلِ
Mayoritas golongan Ulama ahlussunnah wal jama’ah berpendapat
bahwa tidak diperbolehkan membangkang terhadap pemimpin-pemimpin yang dhalim dan
menyeleweng dengan jalan memerangi, selama kedhaliman dan penyelewengannya
tidak sampai kepada kekufuran yang jelas atau meninggalkan shalat dan dakwah
kepadanya atau memimpin umat tanpa berdasarkan kitab Allah sebagaimana
dijelaskan oleh hadits-hadits yang sudah lalu dalam menerangkan sebab-sebab
pemecatan Imam.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan, bahwa, jika
membangkang dari pemerintahan yang dhalim saja tidak boleh apalagi membangkang
dari pemerintah Indonesia yang sah dengan mengganti Pancasila yang telah
terbukti mengamankan Bangsa ini dari perpecahan dan pertikaian.
Walaupun usaha penggantian itu bertujuan menjadikan
Indonesia lebih baik. Karena sesungguhnya tujuan menjadi lebih baik itu masih
bersifat wahm (asumsi), sedangkan keadaan yang baik ini yang sudah
berjalan hingga kini (dari 1945-2013) bersifat pasti. Maka berlakulah kaidah
Ushul Fikih “dar’ul mafasid muqaddamun ala jalbil mashalih “. Apalagi
jika penggantian itu dipastikan membawa keburukan. Demikian diterangkan oleh
Syaikh Abdul Qadir Audah dalam kitab al-Tasyri’ al-Jina’
ومع
ان العدالة شرط من شروط الامامة الا ان الرأي الراجح في المذاهب الاربعة ومذهب
الشيعة الزيدية هو تحريم الخروج على الامام الفاسق الفاجر ولو كان الخروج للامر
بالمعروف والنهي عن المنكر لان الخروج على الامام يؤدي عادة الى ماهو انكر مما فيه
وبهذا يمتنع النهي عن المنكر لان مشروطه لايؤدي الانكار الى ماهو انكر من ذلك الى
الفتن وسفك الدماء وبث الفساد واضطراب البلاد واضلال العباد وتوهين الامن وهدم
النظام
Memang sikap adil merupakan salah satu syarat-syarat menjadi
Imam / pemimpin, hanya saja pendapat yang rajih (unggul) dalam kalangan
madzhab empat dan madzhab Syi’ah Zaidiyyah mengharamkan bertindak khuruj
(bughat) terhadap Imam yang fasik lagi curang walaupun bughat itu dengan
dalih amar ma’ruf nahi mungkar. Karena bughat kepada Imam biasanya akan
mendatangkan suatu keadaan yang lebih mungkar daripada keadaan sekarang. Dan
sebab alasan inilah, maka tidak diperbolehkan mencegah kemungkaran, karena
persyaratan mencegah kemungkaran harus tidak mendatangkan fitnah, pembunuhan,
meluasnya kerusakan, kekacauan negara, tersesatnya rakyat, lemah keamanan
dan rusaknya stabilitas nasional (Negara).
Bahkan dalam literatur fiqih usaha pembinasaan Pancasila
sebagai dasar Negara sah Republik Indonesia dapat dikategorikan sebagai
tindakan pembangkangan/bughat. Yaitu menyalahi Imam (Pemerintah) yang
adil dengan cara memberontak dan tidak mentaatinya serta menolak segala
perintahnya. Demikian diterangkan dalam kitab Kifayatul Akhyar
والباغي
فى اصطلاح العلماء هو المخالف للإمام العدل الخارج عن طاعته بامتناعه من اداء ما
وجب عليه ...
Demikian juga sebaliknya jika perubahan faham Pancasila bagi
bangsa Indonesia adalah sebuah kemadharatan yang nyata. Maka usaha dan
perjuangan menyelamatkan Pancasila dan melanggengkan sesuatu yang bersifat baik
hukumnya fardhu kifayah. Seperti yang dijelaskan dalam kitab كشاف القناع
وَمِنْ
فُرُوْضِ الْكَفَايَاتِ الأَمْرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ
Diantara fardlu kifayah yaitu memerintahkan kebajikan dan
mencegah kemungkaran.
Hasil Bahtsul Masa’il Konferwil PWNU Jawa Tengah 2013
Larangan Menghina Lambang Negara (Pancasila dan UUD 1945)
Berikut kami sampaikan isi musyawarah
para ulama di forum Bahtsul Masa’il Konferwil NU Jateng di Semarang, yang
berjalan selama 2 jam sore tadi. Pendapat atau putusan yang kami tulis ini
hanyalah kesimpulannya. Adapun rujukan ayat Al-Qur’an, hadis maupun dari
kitab-kitab yang menjadi rujukan tidak
kami cantumkan karena sangat banyak dan panjang. Isi lengkapnya akan
diterbitkan jadi buku kelak.
Forum pembasahan masalah-masalah dalam
perspektif hukum Islam ini untuk menjawab pertanyaan umat sebagai berikut:
1. Bagaimana hukum menghormati
simbol-simbol Negara yang merupakan hasil konsensus (mawatsiq) Bangsa?
seperti hormat kepada bendera merah putih pada upacara-upacara, berdiri ketika
menyanyikan lagu kebangsaan?
2. Bagaimana hukum menganggap dan
menyatakan bahwa Pancasila dan NKRI adalah sebuah ideologi dan sistem kufur dan
thoghut?
3. Bagaimana pandangan fiqih tentang
langkah yang harus diambil Pemerintah terhadap kelompok tersebut?
Jawaban Pertanyaan Nomor 1
1.
Utusan Kab. Tegal:
Boleh.
Karena berdasarkan tindakan Rasulullah ketika memberikan surat kepada Raja
Persia Hiraqlu (Heraclius). Dalam surat tersebut terdapat tulisan Bismillah dan
Salamun Ala Man Ittaba’ Al-Huda. Berpijak pada hadis Hubbul Wathon Minal Iman,
maka hukumnya wajib.
2.
Cilacap
Diperbolehkan,
bahkan diwajibkan.
3.
Klaten
Diperbolehkan.
Dasarnya pada masa Rasulullah orang yang membawa bendera dalam peperangan akan
mempertahankan benderanya sebagai tanda kekuatan pasukan.
4.
Wonosobo
Diperbolehkan
asal tidak takdim seperti ta’dhimnya kepada Allah SWT.
5.
Sukoharjo
Boleh,
bahkan wajib. Dan bagi warga negara muslim maupun non muslim yang tidak mau
menghormati bendera lantaran menurut keyakinannya haram (seperti mengatakan
negara kafir, thoghut) maka harus diluruskan dengan diserahkan kepada penegak
hukum.
6.
Demak
Boleh,
konkritnya; dalam penghormatan tidak ada unsur ibadah, dan sebagai wujud cinta
negara. Karena dalam Pancasila dijelaskan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia
sebagai rahmat Allah Yang Maha Esa, maka menghormati bendera sebagai simbol
tanah air sama dengan mensyukuri nikmat Allah Taala.
Keputusan Perumus:
Penghormatan
kepada bendera hukum asalnya Jawaz (boleh) tapi karena sudah menjadi
undang-undang Negara maka hukumnya menjadi wajib sebagaimana ibarat
(keterangan) dalam kitab Bughyatul Musytarsyidin.
Jawaban Pertanyaan Nomor 2
1.
Demak
Haram.
Mengacu pada jawaban soal nomor 1, maka orang yang mengingkari bentuk negara
Indonesia atau menganggap Indonesia sebagai Negara thoghut hukumnya tidak
dibenarkan.
2.
Rembang
Menganggap
pancasila sebagai thoghut adalah pengakuan yang batil (dakwah bathilah).
Menganggap demokrasi sebagai sistem kuffur juga dakwah bathilah.
3.
Purwodadi
Haram,
berdosa, bahkan bisa kafir kalau orang-orang yang menyatakan negara Indonsia
thoghut; menganggap bahwa penduduk Indonesia lebih spesifiknya warga nahdliyin
sebagai orang kafir.
4.
Cilacap (?)
Tidak
dibenarkan (haram) karena Indonesia adalah negara Islam (darul Islam)
Keputusan Perumus:
Tidak
dibenarkan (Haram).
Jawaban Pertanyaan Nomor 3:
1.
Kendal
Apabila
yang menyatakan individu maka pemerintah harus meluruskan, tapi apabila sudah
menjadi gerakan atau kekuatan (syaukah) maka pemerintah harus memerangi.
2.
Purwodadi
Pemerintah
memberitahu kepada individu yang tidak tahu dan mengirim guru kebangsaan
apabila yang menolok komunitas/kelompok.
3.
Sukoharjo
Pemerintah
perlu memberi pemahaman yang lurus, memperingatkan, melarang dengan keras.
4.
Tegal
Tindakan
yang harus dilakukan pemerintah : 1) tabayun 2) Menasihati 3) Memberi
peringatan keras, 4) mengajak dialog dan berunding.
Keputusan Perumus:
Karena
yang menyatakan negara Indonesia kafir belum memiliki kekuatan (syaukah)
maka gerakan ini belum masuk kategori bughat (pemberontak). Sehingga
pemerintah harus menegur perongrong Negara dan mengutus pengajar kepada
kelompok tersebut agar kembali ke jalan yang benar.
Purwodadi Menyanggah Perumus:
Syaukah tidak harus memiliki kekuatan
pemerintahan (eksekusi), tidak harus memiliki balatentara. Tetapi partai (hizb)
atau kekuatan politik juga masuk dalam arti syaukah. Dengan demikian gerakan
tersebut dapat dikategorikan bughot.
Disepakati:
Pemerintah
melakukan tindakan dengan tahapan sebagai berikut: pertama, memanggil kelompok
tsb untuk tabayyun (klarifikasi). Kedua, Pemerintah mengirim utusan untuk
mendakwahi mereka agar kembali ke jalan yang benar. Jika belum bertobat atau
tidak berubah, pemerintah memberi peringatan keras. Jika masih tetap (ajeg),
diberi sanksi pidana. Jika masih tidak berubah, diperangi alias ditumpas.
Pemimpin Sidang :
Ketua : KH A’wani (Rais Syuriyah PWNU
Jateng)
Sekretaris : KH Aniq Muhammadun (Wakil
Rais Syuriyah PWNU Jateng)
Disusun Oleh : Saifurroyya
Sumber : www.nu.or.id dan www.facebook.gruop kaum
nahdliyin.
0 komentar:
Post a Comment