( RENUNGAN ) MENYIKAPI GELOMBANG MASALAH
|
ABDUL HAKIM, S.Th.I |
|
|
- Hidup tak selalu merasa
bahagia dan bahagia. Ada kalanya Allah mencobakan pada diri kita, untuk
bertemu dengan episode fitnah, kebencian dan efek samping dari rasa iri
pada diri orang lain yang tak menyukai kita. Hal itu kadang mau tak mau
memaksa diri untuk harus melaluinya, walau dengan bagaimana rasanya hati
dan keadaan logika. Dan bagaimanakah sikap terbaik bagi kita saat harus
harus menjadi pelakon dari semua itu? Seluruh rentetan polusi fitnah
yang mampir di telinga, akan dengan mudah pergi, sebelum mereka
meninggalkan bekas jejak mereka di hati orang- orang yang selalu
Mengingat kebesaran dan Maha sempurnanya Allah Subhanahu Wataala. Dan
ketika mereka berbuat salah dan menyakiti sesama, sebelum orang lain
menghujat dan menjelaskan tentang kesalahannya, maka hati nuraninya
sendiri yang akan mengingatkan dan menghukumnya. Maka dari itu, dengan
mudahnya pula, meluncur kata maaf seraya tekad kuat untuk memperbaiki
kesalahannya.
Dan semua hanyalah masalah waktu. Waktu yang akan
menguji keseriusan seseorang tentang seberapa benar yang telah
dikatakannya benar. Dan waktu pula yang akan menjawab, tentang kamuflase
kebenaran yang memang pada awalnya ditunjukkan sebagai benar, apakah
tetap benar, dan atau berakhir dengan sebaliknya. Akhirnya, waktu pula
yang akan memberi kesimpulan akhir tentang suatu pendapat kita
Lalu, mengapa kita masih harus bersedih dengan sebuah fitnah atau
perkiraan manusia yang hanya berdasar pada referensi pikiran dan indra
mereka yang sangat terbatas. Dan sudahkah kita mendahulukan ridho Allah
dan pendapatNya, atas sesuatu yang kita perbuat atau kita ucapkan?
Sejarah telah mengukir sebuah kisah mulia, dari pribadi yang dirindukan
oleh surga, Rasulullah Sallallahu alaihi wassalam, yang dari beliau
kita bisa mendapatkan banyak pelajaran dari sebaik- baiknya panutan. Tak
terkecuali tentang keanggunan dan kedamaian beliau dalam menghadapi
fitnah, kebencian, permusuhan, dan hal- hal negatif lain yang digariskan
Allah untuk menjadi cobaan dalam hidupNya.
Dan kemuliaan itu
terwujud dalam indahnya akhlak beliau yang seakan menjadi mutiara dalam
hati orang beriman. Mutiara tentang ketinggian budi, yang membedakannya
dengan sebuah batu. Mutiara yang bisa tetap muncul dan bersinar,
walaupun dia dipaksa untuk ditenggelamkan dalam lumpur. Dan jadilah nama
beliau terabadikan hingga akhir jaman, sebagai seorang pribadi yang
identik dengan mulia, sesosok manusia yang disegani lawan dan di hormati
kawan, dan bahkan sangat dirindukan surga.
Semua adalah karena
kesholehan beliau, serta akses kuat hatiNya yang selalu bergantung
penuh kepada yang Maha Hidup, Dan yang maha melihat, Allah Subhanahu
Wataala. Tiada sama sekali kekhawatiran akan predikat penyair gila,
tukang sihir, dan atau pendusta, yang telah disematkan kepada beliau
dari orang- orang kafir. Yang beliau Lakukan hanyalah percaya, mengemban
risalahnya akan menuai fitnah dan tidak disukai kebanyakan manusia, ini
berlaku kepada semua utusan Allah dan pengikutnya semua adalah bagian
dari renca dikala mereka menyerukan untuk tunduk kepada Allah dan
memilih jalan hidup yang Allah redhoi yaitu Al Islam, seperti yang telah
Allah firmankan dalam Al Quran yang mulia,
"Katakanlah
(Muhammad), tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan
Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah
bertawakal orang-orang yang beriman." (QS. At Taubah: 51).
Ini
berlaku kepada mereka yang mencintai Allah dengan sebenarnya, menjadikan
Rasulullah SAW sebagai teladan dan pemimpin sebaik-baiknya didunia dan
akhirat. Segala ujian akan nyata dengan cahaya ilmu, dimana ia bisa
membedakan yang benar dan salah. Dimana ia bisa membedakan ketinggian
Islam sebagai genggaman jalan kehidupan diseluruh dimensi kehidupan.
Amanah sebagai khalifahnya didunia, akan diminta pertanggung jawaban,
baik dari seluruh panca indera, apakah sesuai dengan perintah-Nya dalam
Al Qur'an dan As Sunnah
0 komentar:
Post a Comment