Salah satu ulama Al Azhar, Al Muhaddits Syeikh Ahmad bin Shiddiq Al
Ghumari Al Maghribi (1380 H) telah menyebutkan alasan kenapa
disyariatkan menengadahkan tangan ke langit saat berdoa. Dalam kitab
beliau, Al Manhu Al Mathlubah fi Istihbabi Raf’i Al Yadaini fi Ad Du’a`
ba’da As Shalawati Al Maktubah (hal.61), beliau mengatakan,”Jika ada
yang mengatakan,’kalau Allah Ta’ala terbebas dari arah, lantas kenapa
menengadahkan tangan ke langit saat berdoa?’”
Beliau menjawab
pertanyaan itu dengan jawaban Imam At Thurthusi (529 H), ulama Malikiyah
dari Iskandariyah, yang termaktub dalam Ithaf As Sadah Al Muttaqin,
syarah Ihya Ulum Ad Din (5/34,35). Dalam jawaban itu, At Thurthusi
memberikan dua jawaban:
Pertama:
Hal itu berkenaan dengan masalah ubudiyah, seperti menghadap kiblat
saat melaksanakan shalat, dan meletakkan kening ke bumi saat sujud, yang
juga mensucikan Allah dari tempat, baik itu Ka’bah maupun tempat sujud.
Sehingga, seakan-akan langit merupakan kiblat saat berdoa.
Kedua : Karena langit adalah tempat turunnya rizki, rahmat dan
keberkahan, sebagaimana hujan turun dari langit ke bumi. Demikian pula,
langit merupakan tempat para malaikat, dimana Allah memutuskan maka
perintah itu tertuju kepada mereka, hingga mereka menurunkannya ke
penduduk bumi. Ringkasnya, langit adalah tempat pelaksanaan keputusan,
maka doa ditujukan ke langit.
Jawaban At Thurtusi di atas
sejatinya merujuk kepada jawaban Al Qadhi Ibnu Qurai’ah (367 H), saat
ditanya oleh Al Wazir Al Muhallabi (352 H), seorang menteri Baghdad yang
amat dekat dengan para ulama. Dimana suatu saat Al Muhallabi
menanyakan,“Saya melihatmu menengadahkan tangan ke langit dan
merendahkan kening ke bumi, di mana sebenarnya Dia (Allah Ta’ala)?
Ibnu Qurai’ah menjawab,”Sesungguhnya kami menengadahkan tangan ke
tempat-tempat turunnya rizki. Dan merendahkan kening-kening kami ke
tempat berakhirnya jasad-jasad kami. Yang pertama untuk meminta rizki,
yang ke dua untuk menghindari keburukan tempat kematian. Tidakkah engkau
mendengar firman Allah Ta’ala (yang maknanya),”Dan di langit rizki
kalian dan apa-apa yang dijanjikan.” (Ad Dzariayat: 22). Dan Allah
Ta’ala berfirman (yang maknya),”Darinya Kami ciptakan kalian, dan
padanya Kami kembalikan kalian.” (Thaha: 55).
_______________________
Dinukil dari Al Manhu Al Mathlubah fi Istihbabi Raf’i Al Yadaini fi Ad
Du’a` ba’da As Shalawati Al Maktubah, Maktab Al Mathbu’at Al Islamiyah,
cet 2 (2004) dengan tahqiq Syeikh Al Muhaddits Abdu Al Fattah Abu
Ghuddah.
Imam Ibnu Hajar Al-Asqolany dalam kitab beliau berjudul Fathul Bari,jilid 2, m/s 233, cetakan Dar Ma’rifah Beirut :
“السماء قِبْلة الدعاء كما أن الكعبة قِبْلة الصلاة” اهـ.
Katanya: Langit merupakan kiblat bagi doa sebagaimana kaabah kiblat bagi solat.
Allah Taala telah sedia ada tanpa tempat, tanpa arah dan Allah telah sedia wujud sebelum Dia menciptakan segala makhluk.
Pertama: Hal itu berkenaan dengan masalah ubudiyah, seperti menghadap kiblat saat melaksanakan shalat, dan meletakkan kening ke bumi saat sujud, yang juga mensucikan Allah dari tempat, baik itu Ka’bah maupun tempat sujud. Sehingga, seakan-akan langit merupakan kiblat saat berdoa.
Kedua : Karena langit adalah tempat turunnya rizki, rahmat dan keberkahan, sebagaimana hujan turun dari langit ke bumi. Demikian pula, langit merupakan tempat para malaikat, dimana Allah memutuskan maka perintah itu tertuju kepada mereka, hingga mereka menurunkannya ke penduduk bumi. Ringkasnya, langit adalah tempat pelaksanaan keputusan, maka doa ditujukan ke langit.
Jawaban At Thurtusi di atas sejatinya merujuk kepada jawaban Al Qadhi Ibnu Qurai’ah (367 H), saat ditanya oleh Al Wazir Al Muhallabi (352 H), seorang menteri Baghdad yang amat dekat dengan para ulama. Dimana suatu saat Al Muhallabi menanyakan,“Saya melihatmu menengadahkan tangan ke langit dan merendahkan kening ke bumi, di mana sebenarnya Dia (Allah Ta’ala)?
Ibnu Qurai’ah menjawab,”Sesungguhnya kami menengadahkan tangan ke tempat-tempat turunnya rizki. Dan merendahkan kening-kening kami ke tempat berakhirnya jasad-jasad kami. Yang pertama untuk meminta rizki, yang ke dua untuk menghindari keburukan tempat kematian. Tidakkah engkau mendengar firman Allah Ta’ala (yang maknanya),”Dan di langit rizki kalian dan apa-apa yang dijanjikan.” (Ad Dzariayat: 22). Dan Allah Ta’ala berfirman (yang maknya),”Darinya Kami ciptakan kalian, dan padanya Kami kembalikan kalian.” (Thaha: 55).
_______________________
Dinukil dari Al Manhu Al Mathlubah fi Istihbabi Raf’i Al Yadaini fi Ad Du’a` ba’da As Shalawati Al Maktubah, Maktab Al Mathbu’at Al Islamiyah, cet 2 (2004) dengan tahqiq Syeikh Al Muhaddits Abdu Al Fattah Abu Ghuddah.
Imam Ibnu Hajar Al-Asqolany dalam kitab beliau berjudul Fathul Bari,jilid 2, m/s 233, cetakan Dar Ma’rifah Beirut :
“السماء قِبْلة الدعاء كما أن الكعبة قِبْلة الصلاة” اهـ.
Katanya: Langit merupakan kiblat bagi doa sebagaimana kaabah kiblat bagi solat.
Allah Taala telah sedia ada tanpa tempat, tanpa arah dan Allah telah sedia wujud sebelum Dia menciptakan segala makhluk.
0 komentar:
Post a Comment