Ujian bukan hanya yang bersifat musibah, namun kenikmatan
hidup adalah ujian yang lebih besar.
Tanda-tanda orang bertakwa menurut Sayidina Usman bin Affan ada lima.
Pertama, tidak suka bergaul kecuali bergaul dengan orang-orang yang sholeh/sholehah, yang menjaga lisannya. Kita bergaul dengan orang-orang sholeh karena akan mendapatkan banyak dakwah, masukan, kritik yang membangun dan ketenangan.
Kedua, jika mendapat musibah duniawi, ia menganggapnya sebagai ujian dari Allah SWT. Sebab, salah satu yang mengangkat diri kita di mata Allah adalah lulusnya kita dari ujian yang diberikan-Nya. Ujian bukan hanya yang bersifat bala musibah, namun kenikmatan dalam hidup ini adalah ujian yang lebih besar. Karena bila diberikan musibah orang lebih mudah ingat kepada Allah namun saat diberi ujian kenikmatan, saat itulah Allah benar-benar sedang menguji kita.
Ketiga, jika mendapat musibah dalam urusan agama ia akan sangat menyesalinya. Teringat cerita Sayidina Umar bin Khattab yang ketinggalan satu rakaat shalat Ashar di masjid hanya karena sedang asyik berada dalam kebun kurmanya. Mengetahui dirinya telah tertinggal satu rakaat dalam berjamaah, Sayidina Umar begitu menyesali perbuatannya sehingga kebun kurma yang dianggap sebagai penyebab musibah itu pun dijual.
Keempat, tidak suka memenuhi perutnya dengan makanan haram dan jika makan tidak sampai kenyang. Ini merupakan manifestasi dari sabda Rasulullah yang berbunyi, “Makanlah sebelum engkau lapar dan berhentilah makan sebelum kenyang.” Sungguh suatu perintah yang seakan-akan mudah dilaksanakan, namun saat mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari betapa sulitnya melakukan hal itu. Dari sinilah bentuk ketakwaan seorang mukmin dibentuk.
Kelima, apabila memandang orang lain, orang itu lebih sholeh dari dirinya. Sedangkan dirinya adalah orang yang penuh dosa. Nampaknya banyak di antara kita, apalagi yang telah diberikan hidayah dari Allah berupa kenikmatan dalam beribadah, kemudahan, dalam bertahajud, keringanan dalam berpuasa sunah atau keindahan dalam melantunkan ayat-ayat Al Quran, mudah menganggap dirinya lebih sholeh dibanding lainnya. Padahal sikap merendah adalah salah satu yang dianjurkan oleh Rasul. Belajar tawadhu dan senantiasa melakukan amal ibadah tanpa membandingkan dengan orang lain adalah start yang baik untuk meningkatkan kualitas ketakwaan diri.
Juga ada empat waktu yang tidak boleh disia-siakan oleh umat muslim.
Pertama, waktu untuk bermunajat. Setiap saat, bahkan saat mau tidur pun disunnahkan bertasbih, berzikir atau membaca kalamullah. Bila kita tertidur saat kita sedang bermunajat, Insya Allah kita dianggap berdoa selama kita tidur, subhanallah.
Kedua, waktu untuk meminta maaf dan berterima kasih. Tanpa pernah tahu kapan kepulangan kita ke Illahi Robbi, manfaatkan waktu yang ada untuk meminta maaf atas segala kesalahan kita dan berterima kasih kepada siapa-siapa yang telah membantu kita dalam hal apa pun.
Bagi yang masih memiliki orangtua, sekarang juga kirim doa dan hubungi mereka. Ucapkan maaf dan terima kasih atas segala yang telah mereka lakukan kepada kita.
Ketiga, waktu untuk mengevaluasi diri, bertafakur, mengingat-ingat kembali dosa yang pernah dilakukan dan berjanji untuk tidak melakukannya kembali adalah perbuatan terpuji. Kadang dengan seringnya kita mengevaluasi diri kita, apa-apa yang menjadi kekurangan maupun kelebihan dalam hidup ini, dapat menjadikan modal yang berharga untuk masa depan.
Keempat, waktu untuk beramal sholeh. Tidak perlu menunggu tanggal gajian, seberapa pun yang kita miliki saat melihat ada yang sedang membutuhkan, mari ulurkan tangan. Allah akan melihat sekecil apa pun amal ibadah kita dan akan menggantinya berlipat ganda bila kita ikhlas melakukannya.
semoga kita semua termasuk golongan yg "lulus" dalam menghadapi segala ujian Allah ini...Aamiin Allaahumma Aamiin
Tanda-tanda orang bertakwa menurut Sayidina Usman bin Affan ada lima.
Pertama, tidak suka bergaul kecuali bergaul dengan orang-orang yang sholeh/sholehah, yang menjaga lisannya. Kita bergaul dengan orang-orang sholeh karena akan mendapatkan banyak dakwah, masukan, kritik yang membangun dan ketenangan.
Kedua, jika mendapat musibah duniawi, ia menganggapnya sebagai ujian dari Allah SWT. Sebab, salah satu yang mengangkat diri kita di mata Allah adalah lulusnya kita dari ujian yang diberikan-Nya. Ujian bukan hanya yang bersifat bala musibah, namun kenikmatan dalam hidup ini adalah ujian yang lebih besar. Karena bila diberikan musibah orang lebih mudah ingat kepada Allah namun saat diberi ujian kenikmatan, saat itulah Allah benar-benar sedang menguji kita.
Ketiga, jika mendapat musibah dalam urusan agama ia akan sangat menyesalinya. Teringat cerita Sayidina Umar bin Khattab yang ketinggalan satu rakaat shalat Ashar di masjid hanya karena sedang asyik berada dalam kebun kurmanya. Mengetahui dirinya telah tertinggal satu rakaat dalam berjamaah, Sayidina Umar begitu menyesali perbuatannya sehingga kebun kurma yang dianggap sebagai penyebab musibah itu pun dijual.
Keempat, tidak suka memenuhi perutnya dengan makanan haram dan jika makan tidak sampai kenyang. Ini merupakan manifestasi dari sabda Rasulullah yang berbunyi, “Makanlah sebelum engkau lapar dan berhentilah makan sebelum kenyang.” Sungguh suatu perintah yang seakan-akan mudah dilaksanakan, namun saat mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari betapa sulitnya melakukan hal itu. Dari sinilah bentuk ketakwaan seorang mukmin dibentuk.
Kelima, apabila memandang orang lain, orang itu lebih sholeh dari dirinya. Sedangkan dirinya adalah orang yang penuh dosa. Nampaknya banyak di antara kita, apalagi yang telah diberikan hidayah dari Allah berupa kenikmatan dalam beribadah, kemudahan, dalam bertahajud, keringanan dalam berpuasa sunah atau keindahan dalam melantunkan ayat-ayat Al Quran, mudah menganggap dirinya lebih sholeh dibanding lainnya. Padahal sikap merendah adalah salah satu yang dianjurkan oleh Rasul. Belajar tawadhu dan senantiasa melakukan amal ibadah tanpa membandingkan dengan orang lain adalah start yang baik untuk meningkatkan kualitas ketakwaan diri.
Juga ada empat waktu yang tidak boleh disia-siakan oleh umat muslim.
Pertama, waktu untuk bermunajat. Setiap saat, bahkan saat mau tidur pun disunnahkan bertasbih, berzikir atau membaca kalamullah. Bila kita tertidur saat kita sedang bermunajat, Insya Allah kita dianggap berdoa selama kita tidur, subhanallah.
Kedua, waktu untuk meminta maaf dan berterima kasih. Tanpa pernah tahu kapan kepulangan kita ke Illahi Robbi, manfaatkan waktu yang ada untuk meminta maaf atas segala kesalahan kita dan berterima kasih kepada siapa-siapa yang telah membantu kita dalam hal apa pun.
Bagi yang masih memiliki orangtua, sekarang juga kirim doa dan hubungi mereka. Ucapkan maaf dan terima kasih atas segala yang telah mereka lakukan kepada kita.
Ketiga, waktu untuk mengevaluasi diri, bertafakur, mengingat-ingat kembali dosa yang pernah dilakukan dan berjanji untuk tidak melakukannya kembali adalah perbuatan terpuji. Kadang dengan seringnya kita mengevaluasi diri kita, apa-apa yang menjadi kekurangan maupun kelebihan dalam hidup ini, dapat menjadikan modal yang berharga untuk masa depan.
Keempat, waktu untuk beramal sholeh. Tidak perlu menunggu tanggal gajian, seberapa pun yang kita miliki saat melihat ada yang sedang membutuhkan, mari ulurkan tangan. Allah akan melihat sekecil apa pun amal ibadah kita dan akan menggantinya berlipat ganda bila kita ikhlas melakukannya.
semoga kita semua termasuk golongan yg "lulus" dalam menghadapi segala ujian Allah ini...Aamiin Allaahumma Aamiin
0 komentar:
Post a Comment