Kontra - Versi yg terjadi pada abad ke 18 antara Haji Ahmad
Mutamakkin dengan Ketib Anom Kudus. Yang mana pertentangan keduanya
berlanjut dengan diseretya H. Ahmad Mutamakkin ke Pengadilan Hukum Sipil
Pemeritahan Kolonial Hindia Belanda, menjadi awal mula pergolakan
Politik yang melibatkan seorang tokoh Ulama. Dalam serat Cibolek
diceritakan bahwa Haji Amat Mutamakin adalah penganut Hakekat dan Ketib
Anom Kudus sebagai Tokoh Syareat. Ketib Anom Kudus menuduh Haji Amat
Mutamakkin telah menyesatkan masyarakat dengan faham yang dibawanya.
Namun terlepas dari dari tuduhan tersebut, yg meng-atas-namakan Agama,
Epik cerita yg ditulis oleh Ky Yasadipura II menyiratkan unsure Politik.
Bila
kita cermati, Ketib Anom Kudus adalah Ulama` Keraton Surakarta yang
pada masa itu menjadi sekutu Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Tentu
dibalik tuduhan Ketib Anom tersebut tersimpan unsure Politik. Iaiu rasa
khawatir pemerintaha Kolonial terhadap pengaruh yang disebarkan oleh
Haji Mutamakkin. Bila hal tersebut tidak segera dibendung maka sangat
membahayakan bagi pemerintahan. Oleh karena itu, dibuatlah siasat
politik dengan meng-atas-namakan Agama.
Sheikh Ahmad
Mutamakin sendiri, jika kita galih dari riwayat lain menyebutkan. Bahwa
beliau adalah seorang Ulama dan Wali Allah yang cukup terkenal. Simbah
Ahmad Mutamakin dijelaskan dalam Buku Wijhatul Islam yang dikarang oleh
H.A.R Gip guru bahasa arab pada salah satu Uiversitas di London, yang
ditulis dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan ke dalam bahasa arab oleh
Assyeikh Abu Raidah Mesir pada tahun 1934 M. dalam buku tersebut
diterangkan bahwa simbah Mutamakin adalah seorang Faqih yang menyiarkan
Agama Islam di semenanjug pantai utara Jawa pada abad ke 18. dan juga
melihat dari keturunan-keturunan beliau yang banyak menjadi Ulama,
rasanya mustahil jika beliau penganut faham Manunggaling Kawulo Gusti,
seperti yang dituduhkan kepada beliau.
Tulisan ini bukan
hedak menceritakan sejarah beliau atau biografi yang mengangkat kisah
hidup maupun cerita tentang karomah beliau. Melainkan tulisan ini adalah
ulasan tentang politik yang melibatkan beliau. Keterlibatan beliau pada
waktu itu, yang dalam pengamatan saya adalah Blue Print bagi Politik
Indonesia dewasa ini.
Ulama Tarikh berkata, “Sejarah akan
terulang kembali”. Apa yang terjadi pada masa lalu bisa saja terjadi
hari ini. Dan apa yang terjadi pada masa pemerintahan Kolonial Hindia
Belanda bisa saja terjadi pada pemerintahan Indonesia dewasa ini. Saya
menyebutnya bahwa Serat Cibolek secara tidak langsung adalah Karya
sastra yang mengungkap Konspirasi Surakarta. Namun demikian, tidak
lantas menjatuhkan beliau, bahkan beliau dengan Amaliahnya mampu
menunjukkan bahwa tuduhan tersebut tidak benar dan citera beliau tetap
baik dikalagan masyarakat.
Ky. Yasadipura II dalam Serat
Cibolek mengaugerahi beliau denga sebutan Si Amat Amiru Salathin. Secara
tidak langsung sebutan tersebut merupakan ungkapan rasa kagum Ky.
Yasadipura terhadap beliau. Si Amat Amiru Salathin mempunyai arti: Si
Amat yang memerintah para Raja. Sebutan tersebut selaras dengan kata
Habib Ali Al Habsyie dalam salah satu Syairnya, “Sebenarnya kami lah
para Raja itu. Dan kekuasaan mereka sifatnya hanya sementara”. Perlu
difahami, panggilan Ky. Yasadipura tersebut bukan hanya sekedar
panggilan yang tanpa arti.
Oleh : Muhammad Mujab
0 komentar:
Post a Comment