Future Video

Sunday, 27 May 2012

BLUE PRINT SERAT CIBOLEK

Kontra - Versi yg terjadi pada abad ke 18 antara Haji Ahmad Mutamakkin dengan Ketib Anom Kudus. Yang mana pertentangan keduanya berlanjut dengan diseretya H. Ahmad Mutamakkin ke Pengadilan Hukum Sipil Pemeritahan Kolonial Hindia Belanda, menjadi awal mula pergolakan Politik yang melibatkan seorang tokoh Ulama. Dalam serat Cibolek diceritakan bahwa Haji Amat Mutamakin adalah penganut Hakekat dan Ketib Anom Kudus sebagai Tokoh Syareat. Ketib Anom Kudus menuduh Haji Amat Mutamakkin telah menyesatkan masyarakat dengan faham yang dibawanya. Namun terlepas dari dari tuduhan tersebut, yg meng-atas-namakan Agama, Epik cerita yg ditulis oleh Ky Yasadipura II menyiratkan unsure Politik.

Bila kita cermati, Ketib Anom Kudus adalah Ulama` Keraton Surakarta yang pada masa itu menjadi sekutu Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Tentu dibalik tuduhan Ketib Anom tersebut tersimpan unsure Politik. Iaiu rasa khawatir pemerintaha Kolonial terhadap pengaruh yang disebarkan oleh Haji Mutamakkin. Bila hal tersebut tidak segera dibendung maka sangat membahayakan bagi pemerintahan. Oleh karena itu, dibuatlah siasat politik dengan meng-atas-namakan Agama.

Sheikh Ahmad Mutamakin sendiri, jika kita galih dari riwayat lain menyebutkan. Bahwa beliau adalah seorang Ulama dan Wali Allah yang cukup terkenal. Simbah Ahmad Mutamakin dijelaskan dalam Buku Wijhatul Islam yang dikarang oleh H.A.R Gip guru bahasa arab pada salah satu Uiversitas di London, yang ditulis dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan ke dalam bahasa arab oleh Assyeikh Abu Raidah Mesir pada tahun 1934 M. dalam buku tersebut diterangkan bahwa simbah Mutamakin adalah seorang Faqih yang menyiarkan Agama Islam di semenanjug pantai utara Jawa pada abad ke 18.  dan juga melihat dari keturunan-keturunan beliau yang banyak menjadi Ulama, rasanya mustahil jika beliau penganut faham Manunggaling Kawulo Gusti, seperti yang dituduhkan kepada beliau.

Tulisan ini bukan hedak menceritakan sejarah beliau atau biografi yang mengangkat kisah hidup maupun cerita tentang karomah beliau. Melainkan tulisan ini adalah ulasan tentang politik yang melibatkan beliau. Keterlibatan beliau pada waktu itu, yang dalam pengamatan saya adalah Blue Print bagi Politik Indonesia dewasa ini.

Ulama Tarikh berkata, “Sejarah akan terulang kembali”. Apa yang terjadi pada masa lalu bisa saja terjadi hari ini. Dan apa yang terjadi pada masa pemerintahan Kolonial Hindia Belanda bisa saja terjadi pada pemerintahan Indonesia dewasa ini. Saya menyebutnya bahwa Serat Cibolek secara tidak langsung adalah Karya sastra yang mengungkap Konspirasi Surakarta. Namun demikian, tidak lantas menjatuhkan beliau, bahkan beliau dengan Amaliahnya mampu menunjukkan bahwa tuduhan tersebut tidak benar dan citera beliau tetap baik dikalagan masyarakat.

Ky. Yasadipura II dalam Serat Cibolek mengaugerahi beliau denga sebutan Si Amat Amiru Salathin. Secara tidak langsung sebutan tersebut merupakan ungkapan rasa kagum Ky. Yasadipura terhadap beliau. Si Amat Amiru Salathin mempunyai arti: Si Amat yang memerintah para Raja. Sebutan tersebut selaras dengan kata Habib Ali Al Habsyie dalam salah satu Syairnya, “Sebenarnya kami lah para Raja itu. Dan kekuasaan mereka sifatnya hanya sementara”. Perlu difahami, panggilan Ky. Yasadipura tersebut bukan hanya sekedar panggilan yang tanpa arti.

Oleh : Muhammad Mujab

0 komentar:

Post a Comment

Mobil Bekas
Pasang Iklan Rumah
Kontak Jodoh