Thaharah kecil
Wudhu disebut thaharah kecil. Wudhu emngandung pembasuhan beberapa anggota badan dan mengusap sebagian anggota badan yang lain.
Membasuh artinya mengalirkan air pada anggota badan. Jika air menetes dari anggota badan yang dibasuh meskipun beberapa kali, maka sudah cukup. Tidak disyaratkan menuangkan air banyak, bahkan makruh.
Sedangkan mengusap artinya air yang basah dijalankan pada kepala. Mengusap tidak berulang-ulang. Berbeda dengan membasuh, sunahnya dilakukan tiga kali.
Syarat sah wudhu
Wudhu itu memiliki beberapa rukun, syarat dan etika. Kami akan menjelaskaannya berikut ini:
Pertama : membasuh wajahsatu kali, sebab Allah berfirman:
“Maka basuhlah mukamu”. (QS Al Maidah 5 : 6)
Satu kali adalah fardhu, sedangkan kedua dan ketiga kali adalah sunat. Kita mengetahui hal ini dari sunah Nabi yang suci. Diriwayatkan, bahwa Nabi melakukan wudhu satu kali-satu kali dan bersabda:
“Ini adalah wudhunya orang yang Allah tidak menerima shalat,kecuali dengannya”.
Nabi juga pernah berwudhu dua kali-dua kali dan bersabda:
“Ini adalah wudhunya orang yang dilipatgandakan pahalanya baginya dua kali”.
Nabi juga pernah berwudhu tiga kali-tiga kali dan bersabda:
“Ini wudhuku dan wudhu para nabi sebelumku”5.
Hikmah pengulangan basuhan sebanyak tiga kali adalah air sampai kepada anggota badan yang harus dibasuh dengan yakin. Jika basuhan kurang lengkap pada basuhan pertama, maka dilengkapi oleh basuhan kedua dan ketiga. Dengan demikian pembasuhan anggota badan dilakukan dengan sempurna.
Kedua : membasuh kedua tangan beserta kedua siku satu kali. Sebab Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku ..” (QS Al Maidah 5 : 6)
Yakni basuhlah tangan kalian beserta siku. Basuhan pertama adalah fardhu, sedangkan basuhan kedua dan ketiga adalah sunat sebagaimana pada wajah.
Membasuh tangan diwajibkan beserta dua siku, sebab siku itu tersusun dari lengan dan hasta. Karena itu diharuskan membasuh semuanya. Benar bahwa Nabi memutarkan air pada siku. Maksudnya membasuh kedua lengan dan beserta keduanya Nabi membasuh siku. Ada sementara orang berpendapat bahwa siku tidak termasuk basuhan, sebab kata “الى” itu bermakna ghayah. Jawabannya adalah bahwa kata “الى” itu terkadang bermakna beserta. Allah berfirman:
“Dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu”. (QS An Nisa’ 4 : 2)
Yakni jangan makan harta mereka beserta harta kalian. Dengan demikian ayat di atas bersifat gelobal dan sunah datang memberikan penjelasan.
Ketiga : mengusap kepala sekali. Sebab Allah berfirman:
“Dan sapulah kepalamu”. (QS Al Maidah 5 : 6)
Tidak usah mengusap kepala lebih dari sekali, sebab jika diulang-ulang menjadi basuhan. Sedangkan yang diperintahkan adalah mengusap, bukan membasuh.
Yang diwajibkan adalah mengusap semua kepala menurut imam Malik. Sedangkan menurut Syafii sebagian kepala. Abu Hanifah berkata: “Sudah sah mengusap seperempat kepala, sebab Nabi SAW dalam sebagian perjalanan berwudhu dan mengusap ubun-ubun.”
Asal muasal perbedaan pendapat di atas adalah huruf ba’ yang berada dalam firman “برؤسكم”. Ada yang berpendapat bahwa ba’ tersebut bermakna sebagian. Menurut dia, mengusap sebagian kepala itu sudah sah. Ada yang berpendapat bahwa ba’ tersebut untuk taukid. Menurut dia, yang diwajibkan adalah mengusap seluruh kepala. Ini semua mengenai yang diwajibkan. Sedangkan sunatnya adalah mengusap seluruh kepala dengan ijmak.
Keempat : membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki sekali. Sebab Allah berfirman:
“Dan basuh kakimu sampai dengan kedua mata kaki”. (QS Al Maidah 5 : 6)
Ayat ini dibaca fathah “arjula” sebab diathafkan pada anggota badan yang dibasuh, bukan anggota badan yang diusap. Yakni basuhlah tangan kalian sampai siku dan kaki kalian sampai mata kaki.
Sebagian orang termasuk umat Syiah salah sehingga mereka memperbolehkan mengusap kaki. Ini pemahaman yang salaah terhadap ayat tersebut. Andaikata hal yang benar adalah seperti perkiraan mereka, tentu kata dibaca jar ارجُلِكم, bukan dibaca nasab ارجُلَكم. Dan tentu Allah tidak berfirman الى الكَعْبَين. Dengan demikian, pemahaman tersebut pasti keliru.
Nabi melihat seorang lelaki berwudhu, sementara air tidak sampai pada kedua mata kakinya. Maka Nabi bersabda:
“Wail itu bagi beberapa mata kaki dari neraka”.6
Andaikata mengusap sudah cukup, tentu tidak ada ancaman dan keingkaran ini.
Fardhu-fardhu tersebut yang empat disepakati ulama fikih, sebab ada nash Al Qur-an :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku dan sapulah kepalamu dan basuh kakimu sampai dengan kedua mata kaki”. (QS Al Maidah 5 : 6)
Hukum tertib dan berturut-turut
Ada banyak lagi fardhu yang lain yang diperselisihkan ulama, misalnya tertib. Yaitu pertama kali membasuh wajah, lalu membasuh kedua tangan sampai kedua siku, lalu mengusap kepala, lalu membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki. Tertib ini fardhu menurut Syafii dan Ahmad. Abu Hanifah berkata: “Tertib itu sunat, sebab athaf pada Al Maidah ayat 6 di atas menggunakan wawu. Padahal wawu itu bermakna dan dengan kesepakatan ulama nahwu dan lughat Arab. Andaikata athaf pada ayat di atas menggunakan fa’ atau tsumma, tentu tidak ada lagi silang pendapat.
Selain tertib, mereka juga berbeda pendapat mengenai berturut-turut. Yaitu satu anggota badan dikerjakan sebelum anggota badan sebelumnya kering. Sebagian ulama memasukkannya dalam fardhu, sementara yang lain memasukkannya ke dalam sunat. Masing-masing bertendensi pada dalil, namun kitab ini bukan tempat yang tepat untuk membeberkannya.
PENTING!!!!
Termasuk syarat sah wudhu adalah pada anggota badan yang harus dibasuh tidak ada benda yang menghalangi sampainya air ke anggota badan itu. Misalnya lilin, ter, adonan roti dan pewarna yang berbentuk benda.
Karena itu, benda yang dipoleskan kaum wanita pada kuku mereka sebangsa cat itu menyebabkan tidak sahnya wudhu. Jika wudhu tidak sah, maka shalat tidak sah. Karena itu dia sama dengan tidak shalat. Dia akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah mengenai hal itu. Dia tidak bisa beralasan bahwa dia tidak tahu tentang hukum agama. Bahkan jika dia memoles kukunya pada saat punya wudhu, kemudian dia batal, maka tidak sah wudhunya kedua dan shalatnya juga tidak sah jika poles itu masih ada di kukunya. Dia harus menghilangkannya dengan benda yang bisa menghilangkan sehingga basuhannya mengenai seluruh bagian tangan serta kuku. Mengapa dia sulit-sulit dan lelah memolesi kuku karena trend dari orang kafir dan ikut-ikutan dengan buta? Bukankah sudah cukup bagi muslimah bahwa Allah memperbolehkan dia untuk bersolek dengan perhiasan, gelang, pacar, celak dan mewarnai rambut? Mengapa harus mewarnai kuku dengan sebangsa cat? Mengapa harus memanjangkan kuku sampai mirip serigala?
Muslimah yang memperhatikan agamanya, jangan sampai hanya ikut-ikutan tanpa dasar. Hal ini tidak menimbulkan manfaat apa-apa baginya. Sebaliknya hal ini membahayakan kesehatan dan merugikan agama.
SUNAT WUDHU
Sunat wudhu itu banyak. Kami akan menyebutkan beberapa di antaranya sebagai berikut:
Pertama : membaca basmalah ketika memulai wudhu. Yaitu Bismillahir rahmanir rahim.
Kedua : mencuci tangan sampai pergelangan tangan sebanyak tiga kali.
Ketiga : berkumur tiga kali. Hal ini dilakukan dengan mencuci mulut. Keempat : memasukkan air ke hidung sebanyak tiga kali.
Kelima : siwak, sebab Nabi bersabda:
“Siwak itu pembersih mulut dan meridhakan Tuhan”7.
Keenam : memulai dengan tangan kanan. Yaitu membasuh anggota badan kanan sebelum sebelah kiri. Ini sunat dalam wudhu dan perbuatan lainnya. Sebab diriwayatkan bahwa suka mendahulukan yang sebelah kanan dalam semua perkara sampai memakai sandal dan bersisir8.
Ketujuh : menyela-nyelai jenggot, yaitu membuat air sampai pada tempat tumbuh bulu. Sebab Nabi ketika wudhu mengambil air setelapak tangan, lalu digunakan menyela-nyelai jenggot. Nabi bersabda:” Demikianlah aku diperintaholeh Tuhanku azza wa jalla”9.
Kedelapan : menyela-nyelai jari kedua tangan dan kaki. Hal ini sunat. Lain halnya membuat air sampai pada antara jari-jari yang hukumnya fardhu, sebab Allah memerintah untuk membasuhnya. Sedangkan menyela-nyelai itu hanya untuk memantapkan, sehingga hukumnya sunat.
Kesembilan : memulai usapan kepala dengan bagian depan. Yakni memulai dengan mengusap kepala bagian atas, yaitu bagian atas kening. Letakkan tangan pada permulaan tempat tumbuh rambut, lalu gerakkan ke bagian belakang kepala. Jika dibalik, wudhu tetap sah, namun bertentangan dengan sunah. Sebab Nabi mengedapankan kedua tangan, lalu membelangkannya.
Kesepuluh : menghisap air ke hidung dan berkumur dilakukan dengan tangan kanan. Kedua hal ini sebaiknya dilakukan dengan sungguh-sungguh, kecuali ketika berpuasa. Sebab diriwayatkan, bahwa Nabi bersabda kepada sebagian sahabat:
“Bersungguh-sungguhlah dalam berkumur dan menghisap air ke hidung, sebab jika kamu puasa”10.
ETIKA WUDHU
Etika wudhu adalah sebagai berikut:
-Tidak menggunakan air dengan banyak.
-Tidak melebihi tiga kali dalam membasuh.
-Menggosok anggota badan.
-Tidak meminta bantuan orang lain, kecuali lemah misalnya, agar lebih membesarkan pahala dan lebih ikhlas.
-Setelah selesai berwudhu mengucapkan syahadat tauhid, syahadat risalah dan seterusnya.
Sebab Muslim meriwayatkan, bahwa Nabi bersabda:
“Tak seorangpun dari kalian berwudhu, lalu menyempurnakan wudhu, kemudian mengucapkan:
Perbedaan antara sunat dan etika adalah sunat itu hal yang selalu dilakukan oleh Nabi SAW, kecuali kadang-kadang karena hal tertentu. Sedangkan etika adalah hal yang dilakukan oleh Nabi satu atau dua kali atau dilakukan kadang-kadang dan tidak selalu dilakukan.
WUDHU NABI SAW
Kalau kita ingin mengetahui wudhu Nabi, maka dengarkan dengan seksama apa yang diriwayatkan Muslim dalam Shahihnya dalam bab sifat wudhu dan kesempurnaannya. Di mana Muslim meriwayatkan bahwa Utsman RA meminta air wudhu, lalu berwudhu. Utsman membasuh kedua telapak tangan tiga kali. Lalu Utsman berkumur dan mengeluarkan air dari hidung setelah menghirupnya. Lalu Utsman membasuh wajahnya tiga kali. Lalu Utsman membasuh tangannya sebelah kanan sampai siku tiga kali. Lalu Utsman membasuh tangannya sebelah kiri sebagaimana sebelumnya. Lalu Utsman mengusap kepalanya, lalu membasuh kakinya sebelah kanan sampai kedua mata kaki tiga kali. Lalu Utsman membasuh kaki sebelah kiri seperti sebelumnya. Kemudian Utsman berkata: “Aku melihat Nabi berwudhu seperti wudhuku ini, lalu bersabda:
“Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini, lalu dia berdiri, lalu ruku’ dua kali di mana dia tidak berbicara kepada dirinya, maka diampuni untuknya apa yang terdahulu dari dosanya”12.
Yakni dia khusyu’ dalam shalatnya dan tidak terlalaikan oleh urusan dunia.
APA HIKMAHNYA WUDHU?
Hikmah dalam ibadah wudhu adalah membersihkan anggota badan dan bersihnya badan. Islam itu agama kesucian dan kebersihan. Muslim yang membasuh anggota-anggota badannya setiap kali sebanyak lima kali atau lebih, dia terhindar dari penyakit dan badannya sehabt serta jiwanya semangat.
Di samping itu wudhu juga menghapus dosa dan kesalahan, sebagai termaktub dalam hadits shahih bahwa Nabi bersabda:
“Apakah kalian tahu seandainya sebuah sungai berada di pintu salah seorang dari kalian dari mana dia mandi setiap hari lima kali, apakah masih ada sesuatu tersisa dari kotorannya?” Para sahabat menjawab: “Tidak ada yang tersisa dari kotorannya”. Nabi bersabda: “Maka itulah perumpamaan shalat lima waktu. Dengannya Allah menghapus kesalahan-kesalahan”13.
Selain hal di atas, wudhu merupakan nur dan cahaya di hari kiamat bagi mukmin. Dengan nur imani ini Nabi mengenal umatnya, sebagaimana diberitahukan oleh Nabi kepada para sahabat ketika melewati kubur Baqi’. Nabi mengucapkan salam kepada mereka yang dikubur di sana dan mengucapkan: “Salam untuk kalian, hai negeri kaum yang beriman. Dan sesungguhnya kami insya Allah akan menyusul kalian”. Aku ingin kita melihat saudara-saudara kita.” Para sahabat bertanya: “Bukankah kami saurada-saudaramu, Nabi?” Nabi menjawab: “Kalian adalah sahabatku. Dan saudara-saudara kita adalah orang-orang yang tidak datang sesudahnya.” Para sahabat bertanya: “Bagaimana kami mengenal saudara-saudaramu, wahai Nabi?” Nabi menjawab: “Sesungguhnya mereka datang di hari kiamat dalam keadaan bersinar wajah dan tangannya karena wudhu”14.
Yakni mereka memiliki tanda di wajah mereka dan tangan mereka yaitu cahaya wudhu. Benarlah Allah Yang Maha Besar:
“Pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka”. (QS Al Hadid 57 : 12)
PEMBATAL WUDHU
Wudhu batal oleh hal-hal yang kami sebutkan secara gelobal berikut ini:
Pertama : kencing dan tinja serta segala sesuatu yang keluar dari kemaluan depan atau belakang yang menurut ulama fikih disebut dua jalan. Demikian juga madzi dan angin. Madzi itu cairan yang keluar ketika syahwat. Madzi berada di ujung penis dan sedikit, setetes atau beberapa tetes. Wudhu batal karena kencing, tinja dan madzi. Sebab diriwayatkan, bahwa Ali berkata: “Aku lelaki yang sering keluar madzi. Aku malu bertanya kepada Nabi, sebab aku menantu beliau. Itu sebabnya aku menyuruh Miqdad bin Aswad. Miqdad bertanya kepada Nabi, lalu Nabi menjawab:
“Dia membasuh penisnya dan berwudhu”15.
Wudhu batal karena kencing dan tinja, sebab Allah berfirman:
“Atau datang dari tempat buang air”. (QS An Nisa’ 4 : 12)
Kata غائِط itu asal maknanya adalah tempat yang rendah dari tanah. Sebab orang yang hendak berak itu mencari tempat yang rendah agar tidak terlihat orang lain. Kemudian kata tersebut diartikan tinja yang keluar dari orang berak.
Dalam kitab Al Mughni disebutkan: “غائِط diartikan tinja itu temasuk makna urfi, di mana makna majaz lebih masyhur daripada makna hakekat. Ketika tidak ada penjelasan, maka kata gha-ith itu diartikan tinja, sebab kemasyhuran makna tersebut”16.
Keluarnya angin atau suara dari dubur juga membatalkan wudhu dengan kesepakatan ulama. Suatu saat Abu Hurairah membacakan hadits, lalu berkata: “Wudhu batalo leh hadas”. Maka seorang lelaki bertanya: “Apa hadas itu?” Abu Hurairah menjawab: “Angin atau kentut”.
Dalam sebuah riwayt Bukhari disebutkan: “Maka seorang lelaki non Arab bertanya: “Apa hadas itu, wahai Abu Hurairah?” Abu Hurairah menjawab: “Suara”. Yakni kentut.
Abu Hurairah mengatakan kentut secara terang-terangan, sebab penanya tidak mengerti yang dimaksudkan dengan hadas. Abu Hurairah menjelaskan bahwa maksudnya adalah keluarnya suara atau angin yang keluar dari tempat tinja. Inilah hadas yang disabdakan Nabi membatalkan wudhu. Jika tidak mungkin memahami arti majaz dan kata kiasan, maka wajib menjelaskan dengan kata hakekat, sebab tidak ada istilah malu dalam agama.
Kedua : tidur. Jika seseorang tidur berbaring, maka wudhunya batal. Sebab diriwayatkan Shafwan bin Assal RA, dia berkata: “Kami diperintah Nabi SAW ketika bepergian agar tidak melepas sepatu selop kami selama tiga hari tiga malam, kecuali karena junub, tetapi karena tinja, kencing dan tidur”17.
Maksudnya kami tidak melepasnya, kecuali karena junub. Kalau selain junub, misalnya kencing dan tinja, kami masih mengusap sepatu selop.
Pokok hadits di atas adalah penyebutan tidur. Nabi menyebutkannya bersamaan dengan kencing dan tinja. Hal ini menunjukkan bahwa tidur itu membatalkan wudhu. Sebagaimana termaktub dalam hadits lain:
“Dua mata itu tali dubur. Karena itu barangsiapa tidur, maka hendaklah dia wudhu”18.
Jika seseorang tidur, maka tali lepas, sehingga dia tiak tahu lagi apakah keluar sesuatu yangmembatalkan wudhu atau tidak, baik suara atau angin.
Namun jika seseorang tidur dengan menetapkan duduknya atau dia tidur ketika ruku’ atau sujud atau duduk dalam shalat, maka wudhunya tidak batal. Sebab Anas RA berkata: “Para sahabat Nabi menantikan isya’ akhir sampai kepala mereka mengangguk-angguk. Kemudian mereka shalat tanpa wudhu”19.
Sebenarnya tidur itu sendiri tidaklah membatalkan wudhu. Karena itu tidur para nabi tidak membatalkan wudhu. Sebab yang tidur cuma mata mereka, sementara hati mereka tidak tidur. Namun karena tidur itu perkiraan besar menyebabkan hadas, maka tidur dianggap hadaas, sebagaimana pertemuan dua tempat khitan dalam hal wajibnya mandi disamakan dengan keluar sperma.
Termasuk hal yang menunjukkan bahwa tidur ketika sedang shalat tidak membatalkan, misalnya ketika ruku’ dan sujud adalah riwayat Abu Dawud dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi SAW sujud, tidur dan meniup. Kemudian Nabi berdiri, lalu shalat. Ibnu Abbas bertanya kepada Nabi: “Apakah anda shalat tanpa wudhu, padahal anda sudah tidur?” Nabi menjawab:
“Wudhu itu hanya atas orang yang tidur berbaring. Sebab jika dia tidur, maka kendorlah sendi-sendinya”20.
Di samping itu sujud termasuk dalam rangkaian shalat. Karena itu sujud sama dengan duduk.
Ketiga : muntah banyak. Dasarnya hadits bahwa riwayat Abu Darda’ RA bahwa Nabi muntah, lalu berwudhu. Dalam hadits itu disebutkan: “Tsauban RA berkata: “Aku menuangkan air untuk Nabi, lalu Nabi wudhu”21.
Jika muntahnya sedikit, hal itu tidak membatalkan wudhu. Sebagian ulama fikih memperkirakannya dengan muntah tidak sepenuh mulut, seperti serdawa yang disertai sedikit air atau makanan.
Keempat : keluarnya darah jika mengalir dari tempatnya atau banyak dan bisa mengalir. Ibnu Abbas berkata tentang darah: “Jika banyak sekali, maka harus mengulangi wudhu”22.
Ibnu Umar RA pernah memeras bisul, lalu keluar darah. Ibnu Umar shalat tanpa berwudhu. Ini menunjukkan bahwa sedikit darah itu tidak membatalkan wudhu. Nanah sama dengan darah.
Kelima : tertawa ketika shalat itu membatalkan wudhu dan membatalkan shalat menurut Abu Hanifah. Tersenyum sama sekali tidak membatalkan shalat maupun wudhu.
Hal ini diperselisihkan ulama fikih. Syafii dan Ahmad berpendapat bahwa tertawa tidak membatalkan wudhu, sebab tertawa bukan hadas yang berpengaruh pada wudhu. Abu Hanifah berkata: “Membatalkan. Dasarnya riwayat dari Abu Aliyah, bahwa Nabi shalat bersama dengan orang-orang di masjid. Tiba-tiba seorang Arab badui yang matanya kurang awas lewat. Dia melewati sebuah sumur yang di atasnya ada keranjang dari daun kurma. Lalu orang baudi itu terjebur ke dalam sumur sehingga sebagian jamaah tertawa. Setelah selesai shalat, Nabi bersabda:
“Ingat, barangsiapa tertawa di antara kalian dengan terbahak-bahak, maka hendaklah dia mengulangi wudhu dan shalat sekaligus”23.
Namun pengulangan wudhu itu dengan alasan pelajaran dan hukuman bagi pelaku perbuatan di atas.
Keenam : menyentuh penis, menyentuh wanita lain, memakan daging unta. Ketiga hal ini diperselisihkan ulama fikih. Ada yang menganggap ketiganya termasuk hal yang membatalkan wudhu. Namun ada yang berkata: “Semua tidak membatalkan wudhu”. Masing-masing memiliki dasar dan argument.
Syafii berpendapat, bahwa wudhu batal karena menyentuh penis. Dasarnya hadits:
“Barangsiapa menyentuh penisnya, maka hendaklah dia berwudhu”.
Abu Hanifah berpendapat bahwa menyentuh penis tidak membatalkan. Dasarnya hadits:
“Apakah itu, kecuali sepotong daging darinya”24.
BIMBANG TENTANG WUDHU
Jika seseorang wudhu, kemudian dia bimbang apakah wudhunya batal atau tidak, maka dia harus menggunakan hal yang diyakini. Sebab kaidah dalam ilmu ushul menyebutkan: “Yakin itu tidak kalah oleh bimbang”. Dalam keadaan di atas dia dianggap memiliki wudhu sampai dia yakin hadas. Demikian juga apabila dia hadas, lalu bimbang apakah dia sudah berwudhu. Jawabnya adalah dia hadas dengan yakin. Dia tidak boleh shalat sampai berwudhu, sebab bimbang itu mengalahkan wudhu.
Ibnu Qudamah berkata dalam Al Mughni: “Barangsiapa yakin thaharah dan bimbang hadas atau yakin hadas dan bimbang thaharah, maka dia menggunakan apa yang diyakini dari keduanya”25. Yakni yakin tidak kalah oleh kebimbangan.
Dasar kaidah di atas adalah hadits yang diriwayatkan Bukhari Muslim dari Abdullah bin Zaid, dia berkata: “Seorang lelaki mengadu kepada Nabi. Dia berkhayal ketika shalat bahwa dia merasakan sesuatu. Nabi bersabda:
“Janganlah dia pergi sampai mendengar suara atau mendapatkan angin”26.
Dalam riwayat Muslim disebutkan:
“Jika salah seorang dari kalian merasakan sesuatu dalam perutnya, lalu dia bingung apakah sesuatu itu keluar darinya atau tidak keluar, maka janganlah dia keluar dari shalatnya sampai mendegar suara atau menemukan bau”27.
***********
Wudhu disebut thaharah kecil. Wudhu emngandung pembasuhan beberapa anggota badan dan mengusap sebagian anggota badan yang lain.
Membasuh artinya mengalirkan air pada anggota badan. Jika air menetes dari anggota badan yang dibasuh meskipun beberapa kali, maka sudah cukup. Tidak disyaratkan menuangkan air banyak, bahkan makruh.
Sedangkan mengusap artinya air yang basah dijalankan pada kepala. Mengusap tidak berulang-ulang. Berbeda dengan membasuh, sunahnya dilakukan tiga kali.
Syarat sah wudhu
Wudhu itu memiliki beberapa rukun, syarat dan etika. Kami akan menjelaskaannya berikut ini:
Pertama : membasuh wajahsatu kali, sebab Allah berfirman:
“Maka basuhlah mukamu”. (QS Al Maidah 5 : 6)
Satu kali adalah fardhu, sedangkan kedua dan ketiga kali adalah sunat. Kita mengetahui hal ini dari sunah Nabi yang suci. Diriwayatkan, bahwa Nabi melakukan wudhu satu kali-satu kali dan bersabda:
“Ini adalah wudhunya orang yang Allah tidak menerima shalat,kecuali dengannya”.
Nabi juga pernah berwudhu dua kali-dua kali dan bersabda:
“Ini adalah wudhunya orang yang dilipatgandakan pahalanya baginya dua kali”.
Nabi juga pernah berwudhu tiga kali-tiga kali dan bersabda:
“Ini wudhuku dan wudhu para nabi sebelumku”5.
Hikmah pengulangan basuhan sebanyak tiga kali adalah air sampai kepada anggota badan yang harus dibasuh dengan yakin. Jika basuhan kurang lengkap pada basuhan pertama, maka dilengkapi oleh basuhan kedua dan ketiga. Dengan demikian pembasuhan anggota badan dilakukan dengan sempurna.
Kedua : membasuh kedua tangan beserta kedua siku satu kali. Sebab Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku ..” (QS Al Maidah 5 : 6)
Yakni basuhlah tangan kalian beserta siku. Basuhan pertama adalah fardhu, sedangkan basuhan kedua dan ketiga adalah sunat sebagaimana pada wajah.
Membasuh tangan diwajibkan beserta dua siku, sebab siku itu tersusun dari lengan dan hasta. Karena itu diharuskan membasuh semuanya. Benar bahwa Nabi memutarkan air pada siku. Maksudnya membasuh kedua lengan dan beserta keduanya Nabi membasuh siku. Ada sementara orang berpendapat bahwa siku tidak termasuk basuhan, sebab kata “الى” itu bermakna ghayah. Jawabannya adalah bahwa kata “الى” itu terkadang bermakna beserta. Allah berfirman:
“Dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu”. (QS An Nisa’ 4 : 2)
Yakni jangan makan harta mereka beserta harta kalian. Dengan demikian ayat di atas bersifat gelobal dan sunah datang memberikan penjelasan.
Ketiga : mengusap kepala sekali. Sebab Allah berfirman:
“Dan sapulah kepalamu”. (QS Al Maidah 5 : 6)
Tidak usah mengusap kepala lebih dari sekali, sebab jika diulang-ulang menjadi basuhan. Sedangkan yang diperintahkan adalah mengusap, bukan membasuh.
Yang diwajibkan adalah mengusap semua kepala menurut imam Malik. Sedangkan menurut Syafii sebagian kepala. Abu Hanifah berkata: “Sudah sah mengusap seperempat kepala, sebab Nabi SAW dalam sebagian perjalanan berwudhu dan mengusap ubun-ubun.”
Asal muasal perbedaan pendapat di atas adalah huruf ba’ yang berada dalam firman “برؤسكم”. Ada yang berpendapat bahwa ba’ tersebut bermakna sebagian. Menurut dia, mengusap sebagian kepala itu sudah sah. Ada yang berpendapat bahwa ba’ tersebut untuk taukid. Menurut dia, yang diwajibkan adalah mengusap seluruh kepala. Ini semua mengenai yang diwajibkan. Sedangkan sunatnya adalah mengusap seluruh kepala dengan ijmak.
Keempat : membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki sekali. Sebab Allah berfirman:
“Dan basuh kakimu sampai dengan kedua mata kaki”. (QS Al Maidah 5 : 6)
Ayat ini dibaca fathah “arjula” sebab diathafkan pada anggota badan yang dibasuh, bukan anggota badan yang diusap. Yakni basuhlah tangan kalian sampai siku dan kaki kalian sampai mata kaki.
Sebagian orang termasuk umat Syiah salah sehingga mereka memperbolehkan mengusap kaki. Ini pemahaman yang salaah terhadap ayat tersebut. Andaikata hal yang benar adalah seperti perkiraan mereka, tentu kata dibaca jar ارجُلِكم, bukan dibaca nasab ارجُلَكم. Dan tentu Allah tidak berfirman الى الكَعْبَين. Dengan demikian, pemahaman tersebut pasti keliru.
Nabi melihat seorang lelaki berwudhu, sementara air tidak sampai pada kedua mata kakinya. Maka Nabi bersabda:
“Wail itu bagi beberapa mata kaki dari neraka”.6
Andaikata mengusap sudah cukup, tentu tidak ada ancaman dan keingkaran ini.
Fardhu-fardhu tersebut yang empat disepakati ulama fikih, sebab ada nash Al Qur-an :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku dan sapulah kepalamu dan basuh kakimu sampai dengan kedua mata kaki”. (QS Al Maidah 5 : 6)
Hukum tertib dan berturut-turut
Ada banyak lagi fardhu yang lain yang diperselisihkan ulama, misalnya tertib. Yaitu pertama kali membasuh wajah, lalu membasuh kedua tangan sampai kedua siku, lalu mengusap kepala, lalu membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki. Tertib ini fardhu menurut Syafii dan Ahmad. Abu Hanifah berkata: “Tertib itu sunat, sebab athaf pada Al Maidah ayat 6 di atas menggunakan wawu. Padahal wawu itu bermakna dan dengan kesepakatan ulama nahwu dan lughat Arab. Andaikata athaf pada ayat di atas menggunakan fa’ atau tsumma, tentu tidak ada lagi silang pendapat.
Selain tertib, mereka juga berbeda pendapat mengenai berturut-turut. Yaitu satu anggota badan dikerjakan sebelum anggota badan sebelumnya kering. Sebagian ulama memasukkannya dalam fardhu, sementara yang lain memasukkannya ke dalam sunat. Masing-masing bertendensi pada dalil, namun kitab ini bukan tempat yang tepat untuk membeberkannya.
PENTING!!!!
Termasuk syarat sah wudhu adalah pada anggota badan yang harus dibasuh tidak ada benda yang menghalangi sampainya air ke anggota badan itu. Misalnya lilin, ter, adonan roti dan pewarna yang berbentuk benda.
Karena itu, benda yang dipoleskan kaum wanita pada kuku mereka sebangsa cat itu menyebabkan tidak sahnya wudhu. Jika wudhu tidak sah, maka shalat tidak sah. Karena itu dia sama dengan tidak shalat. Dia akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah mengenai hal itu. Dia tidak bisa beralasan bahwa dia tidak tahu tentang hukum agama. Bahkan jika dia memoles kukunya pada saat punya wudhu, kemudian dia batal, maka tidak sah wudhunya kedua dan shalatnya juga tidak sah jika poles itu masih ada di kukunya. Dia harus menghilangkannya dengan benda yang bisa menghilangkan sehingga basuhannya mengenai seluruh bagian tangan serta kuku. Mengapa dia sulit-sulit dan lelah memolesi kuku karena trend dari orang kafir dan ikut-ikutan dengan buta? Bukankah sudah cukup bagi muslimah bahwa Allah memperbolehkan dia untuk bersolek dengan perhiasan, gelang, pacar, celak dan mewarnai rambut? Mengapa harus mewarnai kuku dengan sebangsa cat? Mengapa harus memanjangkan kuku sampai mirip serigala?
Muslimah yang memperhatikan agamanya, jangan sampai hanya ikut-ikutan tanpa dasar. Hal ini tidak menimbulkan manfaat apa-apa baginya. Sebaliknya hal ini membahayakan kesehatan dan merugikan agama.
SUNAT WUDHU
Sunat wudhu itu banyak. Kami akan menyebutkan beberapa di antaranya sebagai berikut:
Pertama : membaca basmalah ketika memulai wudhu. Yaitu Bismillahir rahmanir rahim.
Kedua : mencuci tangan sampai pergelangan tangan sebanyak tiga kali.
Ketiga : berkumur tiga kali. Hal ini dilakukan dengan mencuci mulut. Keempat : memasukkan air ke hidung sebanyak tiga kali.
Kelima : siwak, sebab Nabi bersabda:
“Siwak itu pembersih mulut dan meridhakan Tuhan”7.
Keenam : memulai dengan tangan kanan. Yaitu membasuh anggota badan kanan sebelum sebelah kiri. Ini sunat dalam wudhu dan perbuatan lainnya. Sebab diriwayatkan bahwa suka mendahulukan yang sebelah kanan dalam semua perkara sampai memakai sandal dan bersisir8.
Ketujuh : menyela-nyelai jenggot, yaitu membuat air sampai pada tempat tumbuh bulu. Sebab Nabi ketika wudhu mengambil air setelapak tangan, lalu digunakan menyela-nyelai jenggot. Nabi bersabda:” Demikianlah aku diperintaholeh Tuhanku azza wa jalla”9.
Kedelapan : menyela-nyelai jari kedua tangan dan kaki. Hal ini sunat. Lain halnya membuat air sampai pada antara jari-jari yang hukumnya fardhu, sebab Allah memerintah untuk membasuhnya. Sedangkan menyela-nyelai itu hanya untuk memantapkan, sehingga hukumnya sunat.
Kesembilan : memulai usapan kepala dengan bagian depan. Yakni memulai dengan mengusap kepala bagian atas, yaitu bagian atas kening. Letakkan tangan pada permulaan tempat tumbuh rambut, lalu gerakkan ke bagian belakang kepala. Jika dibalik, wudhu tetap sah, namun bertentangan dengan sunah. Sebab Nabi mengedapankan kedua tangan, lalu membelangkannya.
Kesepuluh : menghisap air ke hidung dan berkumur dilakukan dengan tangan kanan. Kedua hal ini sebaiknya dilakukan dengan sungguh-sungguh, kecuali ketika berpuasa. Sebab diriwayatkan, bahwa Nabi bersabda kepada sebagian sahabat:
“Bersungguh-sungguhlah dalam berkumur dan menghisap air ke hidung, sebab jika kamu puasa”10.
ETIKA WUDHU
Etika wudhu adalah sebagai berikut:
-Tidak menggunakan air dengan banyak.
-Tidak melebihi tiga kali dalam membasuh.
-Menggosok anggota badan.
-Tidak meminta bantuan orang lain, kecuali lemah misalnya, agar lebih membesarkan pahala dan lebih ikhlas.
-Setelah selesai berwudhu mengucapkan syahadat tauhid, syahadat risalah dan seterusnya.
Sebab Muslim meriwayatkan, bahwa Nabi bersabda:
“Tak seorangpun dari kalian berwudhu, lalu menyempurnakan wudhu, kemudian mengucapkan:
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ محمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُه
“Kami bersaksi bahwa tak ada tuhan kecuali Allah dan kami bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”, kecuali dibuka untuknya pintu-pintu surga yang delapan. Dia masuk dari pintu mana yang dia suka darinya”.11Perbedaan antara sunat dan etika adalah sunat itu hal yang selalu dilakukan oleh Nabi SAW, kecuali kadang-kadang karena hal tertentu. Sedangkan etika adalah hal yang dilakukan oleh Nabi satu atau dua kali atau dilakukan kadang-kadang dan tidak selalu dilakukan.
WUDHU NABI SAW
Kalau kita ingin mengetahui wudhu Nabi, maka dengarkan dengan seksama apa yang diriwayatkan Muslim dalam Shahihnya dalam bab sifat wudhu dan kesempurnaannya. Di mana Muslim meriwayatkan bahwa Utsman RA meminta air wudhu, lalu berwudhu. Utsman membasuh kedua telapak tangan tiga kali. Lalu Utsman berkumur dan mengeluarkan air dari hidung setelah menghirupnya. Lalu Utsman membasuh wajahnya tiga kali. Lalu Utsman membasuh tangannya sebelah kanan sampai siku tiga kali. Lalu Utsman membasuh tangannya sebelah kiri sebagaimana sebelumnya. Lalu Utsman mengusap kepalanya, lalu membasuh kakinya sebelah kanan sampai kedua mata kaki tiga kali. Lalu Utsman membasuh kaki sebelah kiri seperti sebelumnya. Kemudian Utsman berkata: “Aku melihat Nabi berwudhu seperti wudhuku ini, lalu bersabda:
“Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini, lalu dia berdiri, lalu ruku’ dua kali di mana dia tidak berbicara kepada dirinya, maka diampuni untuknya apa yang terdahulu dari dosanya”12.
Yakni dia khusyu’ dalam shalatnya dan tidak terlalaikan oleh urusan dunia.
APA HIKMAHNYA WUDHU?
Hikmah dalam ibadah wudhu adalah membersihkan anggota badan dan bersihnya badan. Islam itu agama kesucian dan kebersihan. Muslim yang membasuh anggota-anggota badannya setiap kali sebanyak lima kali atau lebih, dia terhindar dari penyakit dan badannya sehabt serta jiwanya semangat.
Di samping itu wudhu juga menghapus dosa dan kesalahan, sebagai termaktub dalam hadits shahih bahwa Nabi bersabda:
“Apakah kalian tahu seandainya sebuah sungai berada di pintu salah seorang dari kalian dari mana dia mandi setiap hari lima kali, apakah masih ada sesuatu tersisa dari kotorannya?” Para sahabat menjawab: “Tidak ada yang tersisa dari kotorannya”. Nabi bersabda: “Maka itulah perumpamaan shalat lima waktu. Dengannya Allah menghapus kesalahan-kesalahan”13.
Selain hal di atas, wudhu merupakan nur dan cahaya di hari kiamat bagi mukmin. Dengan nur imani ini Nabi mengenal umatnya, sebagaimana diberitahukan oleh Nabi kepada para sahabat ketika melewati kubur Baqi’. Nabi mengucapkan salam kepada mereka yang dikubur di sana dan mengucapkan: “Salam untuk kalian, hai negeri kaum yang beriman. Dan sesungguhnya kami insya Allah akan menyusul kalian”. Aku ingin kita melihat saudara-saudara kita.” Para sahabat bertanya: “Bukankah kami saurada-saudaramu, Nabi?” Nabi menjawab: “Kalian adalah sahabatku. Dan saudara-saudara kita adalah orang-orang yang tidak datang sesudahnya.” Para sahabat bertanya: “Bagaimana kami mengenal saudara-saudaramu, wahai Nabi?” Nabi menjawab: “Sesungguhnya mereka datang di hari kiamat dalam keadaan bersinar wajah dan tangannya karena wudhu”14.
Yakni mereka memiliki tanda di wajah mereka dan tangan mereka yaitu cahaya wudhu. Benarlah Allah Yang Maha Besar:
“Pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka”. (QS Al Hadid 57 : 12)
PEMBATAL WUDHU
Wudhu batal oleh hal-hal yang kami sebutkan secara gelobal berikut ini:
Pertama : kencing dan tinja serta segala sesuatu yang keluar dari kemaluan depan atau belakang yang menurut ulama fikih disebut dua jalan. Demikian juga madzi dan angin. Madzi itu cairan yang keluar ketika syahwat. Madzi berada di ujung penis dan sedikit, setetes atau beberapa tetes. Wudhu batal karena kencing, tinja dan madzi. Sebab diriwayatkan, bahwa Ali berkata: “Aku lelaki yang sering keluar madzi. Aku malu bertanya kepada Nabi, sebab aku menantu beliau. Itu sebabnya aku menyuruh Miqdad bin Aswad. Miqdad bertanya kepada Nabi, lalu Nabi menjawab:
“Dia membasuh penisnya dan berwudhu”15.
Wudhu batal karena kencing dan tinja, sebab Allah berfirman:
“Atau datang dari tempat buang air”. (QS An Nisa’ 4 : 12)
Kata غائِط itu asal maknanya adalah tempat yang rendah dari tanah. Sebab orang yang hendak berak itu mencari tempat yang rendah agar tidak terlihat orang lain. Kemudian kata tersebut diartikan tinja yang keluar dari orang berak.
Dalam kitab Al Mughni disebutkan: “غائِط diartikan tinja itu temasuk makna urfi, di mana makna majaz lebih masyhur daripada makna hakekat. Ketika tidak ada penjelasan, maka kata gha-ith itu diartikan tinja, sebab kemasyhuran makna tersebut”16.
Keluarnya angin atau suara dari dubur juga membatalkan wudhu dengan kesepakatan ulama. Suatu saat Abu Hurairah membacakan hadits, lalu berkata: “Wudhu batalo leh hadas”. Maka seorang lelaki bertanya: “Apa hadas itu?” Abu Hurairah menjawab: “Angin atau kentut”.
Dalam sebuah riwayt Bukhari disebutkan: “Maka seorang lelaki non Arab bertanya: “Apa hadas itu, wahai Abu Hurairah?” Abu Hurairah menjawab: “Suara”. Yakni kentut.
Abu Hurairah mengatakan kentut secara terang-terangan, sebab penanya tidak mengerti yang dimaksudkan dengan hadas. Abu Hurairah menjelaskan bahwa maksudnya adalah keluarnya suara atau angin yang keluar dari tempat tinja. Inilah hadas yang disabdakan Nabi membatalkan wudhu. Jika tidak mungkin memahami arti majaz dan kata kiasan, maka wajib menjelaskan dengan kata hakekat, sebab tidak ada istilah malu dalam agama.
Kedua : tidur. Jika seseorang tidur berbaring, maka wudhunya batal. Sebab diriwayatkan Shafwan bin Assal RA, dia berkata: “Kami diperintah Nabi SAW ketika bepergian agar tidak melepas sepatu selop kami selama tiga hari tiga malam, kecuali karena junub, tetapi karena tinja, kencing dan tidur”17.
Maksudnya kami tidak melepasnya, kecuali karena junub. Kalau selain junub, misalnya kencing dan tinja, kami masih mengusap sepatu selop.
Pokok hadits di atas adalah penyebutan tidur. Nabi menyebutkannya bersamaan dengan kencing dan tinja. Hal ini menunjukkan bahwa tidur itu membatalkan wudhu. Sebagaimana termaktub dalam hadits lain:
“Dua mata itu tali dubur. Karena itu barangsiapa tidur, maka hendaklah dia wudhu”18.
Jika seseorang tidur, maka tali lepas, sehingga dia tiak tahu lagi apakah keluar sesuatu yangmembatalkan wudhu atau tidak, baik suara atau angin.
Namun jika seseorang tidur dengan menetapkan duduknya atau dia tidur ketika ruku’ atau sujud atau duduk dalam shalat, maka wudhunya tidak batal. Sebab Anas RA berkata: “Para sahabat Nabi menantikan isya’ akhir sampai kepala mereka mengangguk-angguk. Kemudian mereka shalat tanpa wudhu”19.
Sebenarnya tidur itu sendiri tidaklah membatalkan wudhu. Karena itu tidur para nabi tidak membatalkan wudhu. Sebab yang tidur cuma mata mereka, sementara hati mereka tidak tidur. Namun karena tidur itu perkiraan besar menyebabkan hadas, maka tidur dianggap hadaas, sebagaimana pertemuan dua tempat khitan dalam hal wajibnya mandi disamakan dengan keluar sperma.
Termasuk hal yang menunjukkan bahwa tidur ketika sedang shalat tidak membatalkan, misalnya ketika ruku’ dan sujud adalah riwayat Abu Dawud dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi SAW sujud, tidur dan meniup. Kemudian Nabi berdiri, lalu shalat. Ibnu Abbas bertanya kepada Nabi: “Apakah anda shalat tanpa wudhu, padahal anda sudah tidur?” Nabi menjawab:
“Wudhu itu hanya atas orang yang tidur berbaring. Sebab jika dia tidur, maka kendorlah sendi-sendinya”20.
Di samping itu sujud termasuk dalam rangkaian shalat. Karena itu sujud sama dengan duduk.
Ketiga : muntah banyak. Dasarnya hadits bahwa riwayat Abu Darda’ RA bahwa Nabi muntah, lalu berwudhu. Dalam hadits itu disebutkan: “Tsauban RA berkata: “Aku menuangkan air untuk Nabi, lalu Nabi wudhu”21.
Jika muntahnya sedikit, hal itu tidak membatalkan wudhu. Sebagian ulama fikih memperkirakannya dengan muntah tidak sepenuh mulut, seperti serdawa yang disertai sedikit air atau makanan.
Keempat : keluarnya darah jika mengalir dari tempatnya atau banyak dan bisa mengalir. Ibnu Abbas berkata tentang darah: “Jika banyak sekali, maka harus mengulangi wudhu”22.
Ibnu Umar RA pernah memeras bisul, lalu keluar darah. Ibnu Umar shalat tanpa berwudhu. Ini menunjukkan bahwa sedikit darah itu tidak membatalkan wudhu. Nanah sama dengan darah.
Kelima : tertawa ketika shalat itu membatalkan wudhu dan membatalkan shalat menurut Abu Hanifah. Tersenyum sama sekali tidak membatalkan shalat maupun wudhu.
Hal ini diperselisihkan ulama fikih. Syafii dan Ahmad berpendapat bahwa tertawa tidak membatalkan wudhu, sebab tertawa bukan hadas yang berpengaruh pada wudhu. Abu Hanifah berkata: “Membatalkan. Dasarnya riwayat dari Abu Aliyah, bahwa Nabi shalat bersama dengan orang-orang di masjid. Tiba-tiba seorang Arab badui yang matanya kurang awas lewat. Dia melewati sebuah sumur yang di atasnya ada keranjang dari daun kurma. Lalu orang baudi itu terjebur ke dalam sumur sehingga sebagian jamaah tertawa. Setelah selesai shalat, Nabi bersabda:
“Ingat, barangsiapa tertawa di antara kalian dengan terbahak-bahak, maka hendaklah dia mengulangi wudhu dan shalat sekaligus”23.
Namun pengulangan wudhu itu dengan alasan pelajaran dan hukuman bagi pelaku perbuatan di atas.
Keenam : menyentuh penis, menyentuh wanita lain, memakan daging unta. Ketiga hal ini diperselisihkan ulama fikih. Ada yang menganggap ketiganya termasuk hal yang membatalkan wudhu. Namun ada yang berkata: “Semua tidak membatalkan wudhu”. Masing-masing memiliki dasar dan argument.
Syafii berpendapat, bahwa wudhu batal karena menyentuh penis. Dasarnya hadits:
“Barangsiapa menyentuh penisnya, maka hendaklah dia berwudhu”.
Abu Hanifah berpendapat bahwa menyentuh penis tidak membatalkan. Dasarnya hadits:
“Apakah itu, kecuali sepotong daging darinya”24.
BIMBANG TENTANG WUDHU
Jika seseorang wudhu, kemudian dia bimbang apakah wudhunya batal atau tidak, maka dia harus menggunakan hal yang diyakini. Sebab kaidah dalam ilmu ushul menyebutkan: “Yakin itu tidak kalah oleh bimbang”. Dalam keadaan di atas dia dianggap memiliki wudhu sampai dia yakin hadas. Demikian juga apabila dia hadas, lalu bimbang apakah dia sudah berwudhu. Jawabnya adalah dia hadas dengan yakin. Dia tidak boleh shalat sampai berwudhu, sebab bimbang itu mengalahkan wudhu.
Ibnu Qudamah berkata dalam Al Mughni: “Barangsiapa yakin thaharah dan bimbang hadas atau yakin hadas dan bimbang thaharah, maka dia menggunakan apa yang diyakini dari keduanya”25. Yakni yakin tidak kalah oleh kebimbangan.
Dasar kaidah di atas adalah hadits yang diriwayatkan Bukhari Muslim dari Abdullah bin Zaid, dia berkata: “Seorang lelaki mengadu kepada Nabi. Dia berkhayal ketika shalat bahwa dia merasakan sesuatu. Nabi bersabda:
“Janganlah dia pergi sampai mendengar suara atau mendapatkan angin”26.
Dalam riwayat Muslim disebutkan:
“Jika salah seorang dari kalian merasakan sesuatu dalam perutnya, lalu dia bingung apakah sesuatu itu keluar darinya atau tidak keluar, maka janganlah dia keluar dari shalatnya sampai mendegar suara atau menemukan bau”27.
***********
- 5) HR Daraquthni. Ini hadits masyhur. Bukhari meriwayatkan 1/285, bahwa Nabi berwudhu satu kali-satu kli, dua kali-dua kali dan tiga kali-tiga kali. Itu semua untuk menjelaskan hikmah syariat.
- 6 HR Bukhari dalam bab wudhu 1/267 dan Muslim nomor 240
- 7 HR Nasai dalam Thaharah 1/10 dan sanadnya shahih.
- 8 HR Muslim nomor 268
- 9 HR Abu Dawud 1/32. Tirmidzi dalam Sunan meriwayatkan bahwa Nabi menyela-nyelai jenggot beliau.
- 10 HR Abu Dawud nomor 145. Hadits hasan.
- 11 HR Tirmidzi nomor 38 dan Nasai 1/66
- 12 Shahih Muslim 1/204
- 13 HR Bukhari nomor 528 dan Muslim nomor 667
- 14 HR Muslim nomor 249
- 15 HR Bukhari 1/379 dan Muslim nomor 303
- 16 Al Mughni 1/172
- 17 HR Tirmidzi nomor 96 dan dia berkata: “Hasan shahih”.
- 18 HR Ibnu Majah nomor 496. Yakni mata jika tidur, maka keluar angin dan lainnya dari dubur.
- 19 HR Abu Dawud nomor 200 bab thaharah.
- 20 HR Tirmidzi nomor 77 dan dia berkata: “Hasan shahih”.
- 21 HR Tirmidzi nomor 87 bab wudhu karena muntah dan darah hidung.
- 22 Al Mughni oleh Ibnu Qudamah 1/185
- 23 Kisah ini dituturkan Penyusun Al Mughni 1/177 dan Samarqandi dalam Tuhfah Al Fuqaha’ 1/41.
- 24 HR Tirmidzi nomor 85 dan dia berkata: “Ini hadits terhasan yang diriwayatkan dalam bab ini”.
- 25 Al Mughni 1/196
- 26 HR Bukhari 1/237 dan Muslim nomor 361.
- 27 HR Muslim nomor 326.
- 28 HR Abu Dawud nomor 248 dan Tirmidzi nomor 106.
0 komentar:
Post a Comment