Tulisan KH. Abdul Wahab Chasbullah ini adalah mengenai ilmu Aqo’id yang pernah dimuat secara bersambung pada majalah ‘Oetusan Nahdlatul Oelama’ pada awal tahun 1928. Hal ini dipandang perlu mengingat ilmu Aqoi’d sebagai salah satu asas dalam memahami Islam secara sempurna -kaffah-, kini mulai jarang disentuh. Bahkan hampir mengalami ‘kepuna
han’.
Buktinya, jarang sekali kita mendengar istilah Aqoi’d, apalagi ilmu
Aqoi’d. Telinga dan mata kita lebih familier dengan istilah Aqidah
Islam, Aqidah Ahlussunnah atau malahan kalimat pertentangan aqidah.
Semuanya kita fahami begitu saja tanpa pikir panjang.
Selanjutnya diterangkan bahwa ilmu aqoid sebagaimana diterangkan dalam kitab al-Bajuri dan Jam’ al-Jawaami’ sebagai berikut:
العلم بالعقائد الدينية الاعتقادية اليقينية المكتسب من ادلتها الشرعية
“Pengetahuan yang terikat dalam masalah keyakinan keagamaan yang diambil dari dalil-dalil syara’.
Adapun guna mempelajari ilmu Aqoi’d adalah untuk membetulkan dan meneguhkan iman manusia kepada Tuhannya Allah Jalla wa ‘Alaa. Iman yang benar akan mengesahkan segala amal ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lannya. Dan surga menjadi pahala balasan di akhirat nanti. Namun, jika iman seseorang tidak dalam posisi yang benar, maka semua amal itu akan sia-sia. Dan di akhirat nanti neraka sebagai ganjarannya.
Melihat posisi dan guna ilmu Aqoi’d yang begitu pentingnya, maka belajar ilmu Aqoi’d hukumnya fardhu ain. Artinya wajib bagi setiap orang yang berakal untuk mempelajarinya.
Ilmu Aqoi’d dinamakan demikian karena pengetahuan ini berisikan satu bundelan (ikatan) mengenai sahnya iman dan islam yang jumlahnya 50, yang terkenal dengan istilah Aqoi’d Seket (50). Dengan perincian; 20 sifat wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi Allah, 4 sifat wajib bagi para Rasul, 4 mustahil bagi para Rasul dan 1 sifat jaiz bagi para Rasul. Semuanya itu terkandung di dalam kalimah Laa Ilaaha Illallaah.
Ilmu Aqoi’d juga disebut ilmu ushuluddin, yaitu ilmu mengenai pokoknya agama. Karena itu bagi siapapun orangnya beribadah siang malam, tetapi tidak memiliki pengetahuan ilmu ini, maka ibadah itu dianggap tidak sah.
Selain itu, ilmu ini juga disebut dengan ilmu kalam (ilmu bicara), karena siapapun tidak akan dapat memahami ilmu Aqoi’d ini secara benar, apabila belum dibicarakan dengan panjang lebar dan penuh perhatian. Bahkan perlu digaris bawahi bahwa memahami ilmu Aqoi’d ini tidak cukup dengan membaca buku saja tetapi harus melalui seorang guru (digurukan).
Demikian diterangkan oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam Majalah Oetusan Nahdlatul Oelama. Adapun mengenai medan pembahasan ilmu Aqoi’d akan diterangkan menyusul. Penulisan ulangan tulisan beliau ini tentunya disertai perubahan ejaan dan gaya bahasa yang berlaku sekarang (EYD) untuk mempermudah pemahaman.
Sumber: Oetusan Nahdlatul Oelama, No1. Tahun ke-1
Selanjutnya diterangkan bahwa ilmu aqoid sebagaimana diterangkan dalam kitab al-Bajuri dan Jam’ al-Jawaami’ sebagai berikut:
العلم بالعقائد الدينية الاعتقادية اليقينية المكتسب من ادلتها الشرعية
“Pengetahuan yang terikat dalam masalah keyakinan keagamaan yang diambil dari dalil-dalil syara’.
Adapun guna mempelajari ilmu Aqoi’d adalah untuk membetulkan dan meneguhkan iman manusia kepada Tuhannya Allah Jalla wa ‘Alaa. Iman yang benar akan mengesahkan segala amal ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lannya. Dan surga menjadi pahala balasan di akhirat nanti. Namun, jika iman seseorang tidak dalam posisi yang benar, maka semua amal itu akan sia-sia. Dan di akhirat nanti neraka sebagai ganjarannya.
Melihat posisi dan guna ilmu Aqoi’d yang begitu pentingnya, maka belajar ilmu Aqoi’d hukumnya fardhu ain. Artinya wajib bagi setiap orang yang berakal untuk mempelajarinya.
Ilmu Aqoi’d dinamakan demikian karena pengetahuan ini berisikan satu bundelan (ikatan) mengenai sahnya iman dan islam yang jumlahnya 50, yang terkenal dengan istilah Aqoi’d Seket (50). Dengan perincian; 20 sifat wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi Allah, 4 sifat wajib bagi para Rasul, 4 mustahil bagi para Rasul dan 1 sifat jaiz bagi para Rasul. Semuanya itu terkandung di dalam kalimah Laa Ilaaha Illallaah.
Ilmu Aqoi’d juga disebut ilmu ushuluddin, yaitu ilmu mengenai pokoknya agama. Karena itu bagi siapapun orangnya beribadah siang malam, tetapi tidak memiliki pengetahuan ilmu ini, maka ibadah itu dianggap tidak sah.
Selain itu, ilmu ini juga disebut dengan ilmu kalam (ilmu bicara), karena siapapun tidak akan dapat memahami ilmu Aqoi’d ini secara benar, apabila belum dibicarakan dengan panjang lebar dan penuh perhatian. Bahkan perlu digaris bawahi bahwa memahami ilmu Aqoi’d ini tidak cukup dengan membaca buku saja tetapi harus melalui seorang guru (digurukan).
Demikian diterangkan oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam Majalah Oetusan Nahdlatul Oelama. Adapun mengenai medan pembahasan ilmu Aqoi’d akan diterangkan menyusul. Penulisan ulangan tulisan beliau ini tentunya disertai perubahan ejaan dan gaya bahasa yang berlaku sekarang (EYD) untuk mempermudah pemahaman.
Sumber: Oetusan Nahdlatul Oelama, No1. Tahun ke-1
0 komentar:
Post a Comment