Future Video

Monday, 1 October 2012

PENDEKAR SEJATI

Sore itu …

Kiai Saridin sedang menemui tamu-tamunya di beranda depan

Ada 15 orang pemuda. Semua berambut gondrong. Berpakaian serba hitam

“Kiai, sebetulnya kedatangan kami kemari adalah untuk menimba ilmu. Sudilah kiranya anda menerima kami sebagai murid”

“Apa yang mendorong kalian datang ke sini dan ingin menjadi muridku?” Tanya Kiai Saridin datar, sambil menatap wajah mereka satu persatu. Tatapan yang meneduhkan hati

“Begini, Kiai. Kami telah lama mendengar kesaktian Kiai dari orang-orang tua di kampung tempat kami tinggal. Mereka tahu secara langsung kesaktian Kiai ketika melawan penjajah. Kami… “

“O.. aku tahu maksud kalian. Bentar mari kita nikmati dulu singkong goreng dan kopinya. Monggo..!

Keramahan Kiai Saridin terhadap tamu-tamunya membuat suasana menjadi hidup. Para tamu merasa betah di dalam rumah namun tetap menjaga sopan santun.

“Masa mudaku dulu..” Kiai Saridin mulai bercerita

“…masa yang amat sulit. Aku iri dengan kalian yang masih muda-muda punya kesempatan menimba ilmu dengan tenang. Seumur kalian ini, dulu aku sudah tidak bisa lagi menempuh ilmu karena sibuk dengan perlawanan terhadap penjajah. Untunglah, sedari kecil bapakku telah mendidikku ilmu agama. Dengan berbekal ilmu yang sedikit itu kerasnya kehidupan kulalui.”

Beliau menghela nafas. Kemudian melanjutkan

“Tentang ilmu yang hendak kalian tanyakan, sungguh aku tak pernah mempelajarinya. Kalaupun aku masih hidup hingga kini, itu semata-mata kehendak Gusti Allah. Ilmuku adalah ilmu slamet. Ilmu yang dapat mengantar kita pada keselamatan di dunia dan akhirat.”

“Bagaimana lelaku ilmu itu Kiai?” Tanya salah seorang pemuda tak sabar

“Mudah saja, nak. Setelah ini kita akan belajar wudlu’ dan sholat berjamaah sebagai tahapan pertamanya”

“Hanya dengan begitu kita bisa sakti Kiai?”

“Bukan hanya sakti, Nak. Bahkan slamet. Slamet itu melebihi sakti. Orang sakti masih bisa celaka.”
Semua berpandangan. Antara mengerti dan tidak. Antara percaya dan tidak

Seorang pemuda memberanikan diri bertanya, “Maaf Kiai, tapi semua itu termasuk ilmu kebal bacok,
tenaga dalam, dan ilmu kesaktian lainnya, kan?”

“Nak, kebal bacok, kebal peluru, pukulan hebat seberat godam itu semua memang sakti. Namun jangan keliru. Itu semua sakti tingkat TK.”

“Hahh? Tingkat TK??!!” hampir serempak

“Iya. Tingkat TK. Ilmu Kesaktian tingkat tinggi itu adalah bila kau mampu kalahkan lawan tanpa menyakiti. Kau jadikan lawan menjadi kawan. Musuh menjadi seakan-akan akrab bagai saudara”

Kemudian Kiai Saridin menyitir sebuah hadits:
ليس الشديد بالصُّرَعةِ ، إنما الشديد الذى يملك نفسه عند الغضب . متفق عليه

“Bukanlah seorang pendekar itu orang yang jago dalam bertarung. Pendekar sejati adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika dalam keadaan marah”

Malam-malam berikutnya, kediaman Kiai Saridin menjadi riuh dengan suara pemuda-pemuda yang sholat berjama’ah, belajar membaca Al Qur’an serta tahlilan setiap malam Jum’at

0 komentar:

Post a Comment

Mobil Bekas
Pasang Iklan Rumah
Kontak Jodoh