Future Video

Saturday 22 September 2012

THOHAROH

Definisi bersuci secara lughot (etimilogi­) adalah bersih dan terbebes dari kotoran. Sedangkan secara syara, (treminologo) adalah menghilangkan najis atau hadats.
Air adalah salah satu hal yang vital bagi kehidupan sekaligus merupakan satu-satunya dzat yang mampu menghilangkan hadats atau najis, sebagaimana yang termaktub di dalam al-Qur,an surat al-Anfal 11 :
      وينزل عليكم من السماء ماء ليطهركم به ( الا نفا ل : اا )
Artinya : “Dan Allah telah menurunkan kepadamu air supaya kamu bias bersuci dengan air tersebut”. ( QS. Al-Anfal :11 )
Dan Hadits Nabi Muhammad SAW :  
    اللهم طهربالماء والثلج والبرد (رواة البخاري ومسلم ) 
Artinya : “Ya Allah sucikanlah saya dengan air tawar, embun dan air hujan”. ( HR. Bukhori-Muslim )
A.   Klasifikasi Air
Pembagian air ditinjau dari sah dan tidaknya digunakan bersuci ada tiga :
1.         Suci dan dapat mensucikan perkara lain (suci mensucikan)
2.         Suci tapi tidak dapat mensucikan yang lainnya (suci tidak mensucikan)
3.           Air mutanajis (terkena najis)
Air suci mensucikan yaitu setiap air yang turun dari langit atau yang keluar dari mata air dan tidak berubah salah satu dari sifatnya (warna,baud an rasa) dengan sesuatu yang bias menghilangkan kemutlakanya air serta bukan air musta’mal (telah di gunakan untuk menghilangkan hadats atau najis). Sebagian Ulama’ madzhab maliki menyatakan bahwa air musta’mal tetap boleh di gunakan bersuci, seperti wudlu dan mandi, hanya saja hukumnya makruh, tendensi yang di buat pijakan adalah hadits yang di riwayatkan Ibnu Majah yang berbunyi :
   ان النبي صلي اللة علية وسلم قا ل : الماء طهور لا ينجسة الا ما غلب علي لونه او طعمه او ريحه (رواه ابن ماجه)
   Artinya : Nabi bersabda : ‘air tetap suci mensucikan selagi tidak berubah warna, rasa dan bau”. (HR Ibnu Majah)
Air suci yang tidak mensucikan yaitu air yang telah tercampur dengan sesuatu yang suci dan telah berubah salah satu dari tiga sifat yang menghilangkan kemutlakan air. Hal ini karena berdasar hadits yang di riwayatkan Imam Bukhori :
   ان النبي صلي الله عليه وسلم صب علي جا بر من وضوئه  ( رواه البخا ري )
Artinya : “Sesungguhnya Nabi SAW menuangkan air bekas wudlu-Nya pada Jabir “.       (HR. Bukhori)
Air mutanajis (terkena najis) yaitu air sedikit (kurang dari dua kulah) yang terkena najis, walaupun tidak berubah salah satu dari tiga sifatnya, atau air banyak (dua kulah atau lebih) yang terkana najis dan berubah salah satu dari tiga sifatnya. Difinisi ini berdasarkan hadits yang di riwayatkan Imam Ibnu Hibban :
  قال النبي صلي الله عليه وسلم اذا بلغ الماء قلتين لم يحمل خبثا – وفي روا ية لم يتنجسه شيئ
    ( رواه ابن حبا ن )
 Artinya : Nabi bersabda : “Kertika air sudah mencapai dua kulah, maka tidak bias terpengaruh oleh najis”. Riwayat lain : “Maka tidak ada sesuatu yang bias menajiskannya”.      (HR. Ibnu Hibban)

Tata Cara Mensucikan Air Yang Terkena Najis
Air mutanajis (terkena najis) di tinjau dari proses mesucikannya terbagi menjadi tiga golongan :
1.         Air yang kurang dari dua kolah :
Cara mensucikan air yang kurang dari dua kulah adalah dengan menambahkan air hingga mencapai dua kulah, namun bila airnya telah berubah sifatnya, baik karena dampak najis tersebut ataupun karena sebab lainnya, maka selain harus mencapai dua kulah, perubahan tersebut juga harus hilang.
2.         Air dua kulah :
Cara mensucikannya  adalah dengan menambah air sampai perubahan tersebut hilang, atau dengan cara mendiamkannya dalam jangka waktu yang relatif  lama sehingga perubahan tersebut hilang dengan sendirinya.
3.         Air yang lebih dari dua kulah :

Ada tiga cara untuk mensucikannya yaitu :
1)        Menambahkan air
2)        Mengurangi air, dengan catatan sisanya masih ada dua kulah
3)        Membiarkannya (tanpa menambah atau mengurangi).
Tiga cara ini dapat mengembalikan kesucian air dengan syarat perubahan air hilang.

Istilah air sedikit dalam literature fiqih adalah air yang kurng dari dua klah, dan air banyak adalah air yang genap dua kulah atau lebih.
 
Kadar  air dua kulah menurut beberapa versi ulama’

  Versi Ulama
Ukuran dalam kubus (Cm)
Ukuran dalam liter
  Imam Nawawi
± 55,9
174,58
  Imam Rofi’i
± 56,1
176,245
  Ulama’ Iraq
± 63,4
255,325
  Mayoritas ulama
 ± 60
216

B.       Wudlu
Wudlu adalah syari’at (tatanan) agama yang mempunyai makna bersih, baik bersih dari kotoran, najis, dosa atau lainnya. Dengan melakkan wudlu seseorang  diperbolehkan melakukan ibadah yang asalnya dilarang sebab hadats kecil seperti sholat, memegang atau membawa al-Qur’an dan thowaf.
Disyariatkannya (diwajibkannya) wudlu bersamaan disyari’atkannya sholat laima waktu, yaitu ketika Nabi Muhammad SAW melakukan isro’ mi’roj, namun sebenarnya Nabi sudah pernah melakukan wudlu sebelum isro’ mi’roj, yaitu ketika permulaan Muhammad SAW di utus menjadi Nabi. Kemudian beliau di datingi malaikat Jibril untuk di ajari wudlu yang kemudian beliau di ajak melakukan sholat dua reka’at (sholat sunnah dua reka’at).
Wudlu merupakan syari’at nabi Muhammad dan para nabi sebelumnya, namun tatacaranya berbeda, seperti memperluas basuhan muka dan meperpanjang basuhan tangan pada ajaran nabi kita.
 Syarat Wudlu
Pengertian syarat secara lughot (etimologi) adalah persambungannya sesuatu dengan yang lain nya yang tidak dapat di pisahkan, seperti melakukan wudlu harus menggunakan air yang suci mensucikan, maka hubungan wudlu dengan air suci mensucikan tidak bias dipisahkan, sebab bila keduanya dipisahkan akan berdampak pada tidak sahnya wudlu.
Pengertian syarat menurut terminology (istilah) adalah sesuatu yang harus di penuhi sebelum melakukan ibadah dan harus kotinyu sampai selesainya ibadah tersebut, seperti syarat sahnya sholat harus suci dari dua hadats (kecil dan besar), maka suci dari dua hadats harus terpenuhi sebelum melakukan sholat dan harus kontinyu sampai sholat selesai.
Syarat-syarat wajib wudlu terbagi menjadi tiga :
1)        Syarat wajib wudlu
Adalah sesuatu yang mewajibkan orang mukallaf (baligh dan berakal) untuk melakukan wudlu, sehingga ketika syarat wajib tidak terpenuhi, wudlu tidak wajib dilaksanakan. Syarat wajib wudl ada dua yaitu : - baligh, dan masuknya waktu sholat.
Dengan adanya dua syarat tersebut bukan berarti wudlunya orang yang tidak memenuhi syarat (seperti orang yang belum baligh) tidak sah, melainkan tetap sah , yang penting sudah tamyiz (bias makan, minum sendiri) sebab orang yang sudah tamyiz termaksuk ahlan lin niyyat (niatnya di hukumi sah), sedangkan baligh merupakan sayrat wajib wudlu, bukan syarat sah wudlu.
2)        Syrat sahnya wudlu
Adalah melakukan wudlu sesuai kriteria dan norma yang telah di tetapkan syara’, baik dalam segi syarat, rukun atau lainnya. Syarat sahnya wudlu sebagai berikut :
  •  Wudlu menggunakan air suci dan mensucikan (air mutlak)
  • Orang yang wudlu sudah tamyiz
  • TidaK ada sesuatu yang menghalangi sampainya air pada anggota yang di basuh atau diusap
  • Tidak melakukan hal-hal yang membatalkan wudlu
3)        Syarat keduanya (wajib dan sahnya wudlu)
Adalah suatu sifat yang melekat pada orang yang berwudlu, seperti :
·           Orang yang berwulu harus suci dari haidl dan nifas
·           Orang yang berwudlu harus mengetahui bahwa yang sedang dilakukannya merupakan ajaran syara’
·           Tidak dalam keadaan tidur atau diluar kesadaran.

  Rukun-rukun wudlu
Rukun adalah sesuatu  yang harus terpenuhi mulai dari permulaan ibadah hingga ibadah tersebut selesai. Adapun rukun wudlu adalah :
-  Niat ketika membasuh muka
Bahwa niat merupakan rukun dari wudlu bertendensi pada sebuah hadits yang berbunyi :

  انما الا عما ل با لنيا ت وانما لكل امر ئ ما نو ى ( متفق عليه )

Artinya : “Sesungguhnya sahnya beberapa amal harus disertai niat, setiap orang akan memperoleh atas apa yang ia niati”. (HR. Bukhori-Muslim)
-  Membasuh muka
-  Membasuh dua tangan sampai siku-siku
-  Mengusap sebagian kepala atau rambut yang ada di batas kepala
-  Membasuh kaki sampai mata kaki

Tendensi dari empat rukun wudlu di atas terdapat dalam al-Qur’an surat al-Ma’idah  : 6 :

 يا ايها الذين امنوا اذا قمتم الي الصلا ة فاغسلوا وجوهكم وايد يكم الي المرا فق ومسحوا برؤ سكم الي الكعبين  ( الما ئد ة :   )      

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu semua hendak mendirikan sholat, maka basuhlah wajah dan tangan kamu sampai siku-siku dan usaplah kepala dan basuhlah kaki kamu sampai dua mata kaki”.
(QS. Al-Ma’idah : 6)
-  Tartib (mendahulukan anggota yang seharusnya diawal dan mengakhirkan anggota yang seharusnya akhir).
Kategori tertib sebagai rukun wudlu juga merujuk pada surat al-Ma’idah  : 6 di atas, dengan kaidah nahwiyyah, huruf fa’ dalam lafad فا غسلوا  pada redaksi tersebut memiliki faidah tertib yang berarti berurutan.
  Sunah-sunah Wudlu
a)         Siwakan
Dengan merujuk pada hadits nabi yang berbunyi :

  { لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوءٍ } أَيْ أَمْرَ إيجَابٍ ، وَفِي رِوَايَةٍ    { لَفَرَضْت عَلَيْهِمْ السِّوَاكَ } رَوَاهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ ، وَالْحَاكِمُ 
Artinya : “Seandainya siwakan itu tidak memberatkan umatku maka pastilah aku perintahkan utuk siwakan setiap akan wudlu – dalam satu riwayat : “tentunya aku wajibkan terhadap umatku untuk siwakan”.
 (HR. Ibnu Huzaimah dan Hakim)
b)        Membaca basmalah
Kesunahan membaca basmalah ketika wudlu berdasarkan hadits Nabi SAW yang di riwayatkan oleh Imam Nasa’i :

  لِخَبَرِ النَّسَائِيّ بِإِسْنَادٍ جَيِّدٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ { طَلَبَ بَعْضُ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ   وَضُوءًا -  ثُمَّ قَالَ تَوَضَّئُوا بِسْمِ اللَّهِ فَرَأَيْت الْمَاءَ يَفُورُ مِنْ بَيْنِ أَصَابِعِهِ حَتَّى تَوَضَّئُوا نَحْوُ     سَبْعِينَ رَجُلًا }
c)         Membasuh kedua telapak tangan di awal wudlu
Membasuh kedua telapak tangan hukumnya sunah bila orang yang hendak melaksanakan wudlu telapak tangannya tidak kotor atau baru bangun dari tidur, bila keadaan telapak tangannya kotor atau bengun tidur maka hokum membasuh telapak tangan menjadi wajib sebelum mengawali wudlu.

d)        Berkumur dan membersihkan hidung  (istinsaq)
Hal ini bertendensi pada hadits NabiSAW yang di riwayatkan Imam Muslim :

  وَلِخَبَرِ مُسْلِمٍ { مَا مِنْكُمْ رَجُلٌ يُمَضْمِضُ ، وَيَسْتَنْشِقُ فَيَسْتَنْثِرُ إلَّا خَرَّتْ خَطَايَا وَجْهِهِ وَفِيهِ    وَخَيَاشِيمِهِ }
   
e)         Mengusap kedua telinga
Disunahkannya mengusap kedua telinga di sandarkan pada hadits NabiSAW yang di riwayatkan oleh Imam Abu Dawud :
  { لِأَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَسَحَ فِي وُضُوئِهِ بِرَأْسِهِ ، وَأُذُنَيْهِ ظَاهِرَهُمَا ، وَبَاطِنَهُمَا ،
 وَأَدْخَلَ أُصْبُعَيْهِ فِي صِمَاخَيْ أُذُنَيْهِ } رَوَاهُ أَبُو دَاوُد  
Artinya : “ Karena sesungguhnya Nabi Muhammad SAW di dalam wudlunya mengusap kepalanya dan kedua telinganya yang luar dan dalam dan memasukkan kedua jarinya dikelopak telinga beliau”.
(HR. Abu Dawud) 
f)         Membasuh /mengusap anggota wudlu secara ganjil/tiga kali

  { لِأَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ ثَلَاثًا ثَلَاثًا ثُمَّ قَالَ هَكَذَا الْوُضُوءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا أَوْ     نَقَصَ فَقَدْ أَسَاءَ ، وَظَلَمَ } رَوَاهُ أَبُو دَاوُد
  Artinya : “Karena sesungguhnya Nabi Muhammad SAW berwudlu (membasuh/mengusap anggota wudlu)tiga kali-tiga kali kemudian beliau berkata seperti inilah wudlu, barang siapa menambah atau mengurangi yang seperti ini maka akan keliru dan sesat”.
(HR. Abu Dawud)

g)        Berdo’a setelah wudlu
Dalil kesunahan do’a setelah wudlu bedasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim :
  لِخَبَرِ مُسْلِمٍ { مَنْ تَوَضَّأَ فَقَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ إلَى آخِرِهِ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ
 الثَّمَانِيَةِ يَدْخُلُ مِنْ أَيُّهَا شَاءَ }
Artinya : “Barang siapa wudlu dan mengucap ashhadu al lailaha alla llah hingga selesai maka di bukakan untuknya delapan pintu suga untuknya dia dapat masuk dari pintu manapun yang ia kehendaki”. (HR. Muslim)
h)        Sholat dua reka’at sesudah wudlu
  لِخَبَرِ مُسْلِمٍ عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ { رَأَيْت النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ
 ثُمَّ قَالَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَوُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ
   مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ }
Artinya : “Dari sahabat Usman R.a berkata : saya meliahat Nabi SAW wudlu kemudian beliau berkata barang siapa berwudlu seperti wudluku ini kemudian sholat dua reka’at maka di ampuni dosa-dosanya yang terdahulu”. (HR. Muslim)
C.       Mandi
Pengertian mandi menurut lughot (etimology) yaitu mengalirnya air secara mutlak, baik di badan atau lainnya. Sedangkan menurut syara’ (terminology) yaitu menglirkan air keseluruh tubuh dengan syarat-syarat tertentu dan di sertai niat. Dalil-dalil di wajibkannya mandi yaitu firman allah dalam surat al-Ma’idah ayat :6

  وان كنتم جنبا فا طهروا  (الما ئد ة :  )

Artinya : “Apabila kamu semua junub (hadas besar) maka mandilah”.            (QS. Al-Ma’idah 6)

Kewajiban  bagi seseorang untuk mandi dari hadats besar, yaitu ketika akan melaksanakan hal-hal yang di syaratkan suci dari hadats besar seperi sholat, thowaf dan lainnya.
·           Hal-hal yang mewajibkan mandi
a.         Keluar sperma dengan cara apapun, baik disertai syahwat atau tidak
b.         Memasukkan khasafah (penis) kedalam farji (lubang jalan depan atau belakang), baik milik orang maupun hewan.
c.         Terputusnya darah haidl
d.        Terputusnya darah nifas
e.         Melahirkan
f.          Baru masuk islam
g.         Mati, selain mati syahid dunia akhirat.
·           Rukun-rukun mandi
a)         Niat ketika membasuh anggota badan
b)        Mengalirkan air keseluruh badan
c)         Membersihkan najis yang terdapat di badan
·           Macam-macam mandi sunah
1.   Mandi Jum’at
Waktunya mandi jum’at dimulai dari terbitnya fajar sodiq, dengan niat :
  نو يت الغسل ليوم الجمعة سنة لله تعالي
Artinya : “Saya niat mandi jum’at supaya mendapat kesunahan, karena Allah SWT”.
Banyak sekali hal-hal yang di sunahkan ketika hari jum’at, diantaranya memotong kuku tangan dan kaki, memotong rambut, membersihkan badan dari kotoran dan bau kurang enak. Refrensi yang di jadikan dasar di sunahkannya mandi jum’at adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori :

  ان النبي صلي الله عليه وسلم قا ل لا يغتسل رجل يوم الجمعة ويتطهر بما استطا ع من   طهر ويدهن من دهنه ويمس من طيب بيته ثم يخرج فلا يفرق بين اثنين ثم يصلي ما        كتب له ثم ينصت اذا تكلم  الامام الا غفر له ما بينه وبين الجمعة الاخري
  (روة البخاري) 

Artinya : “Tiada bagi seseorang yang mandi, memakai wangi-wangian, berangkat jum’atan, lalu mendengarkan iamam ketika sedang membacakan khutbah jum’at, kecuali ia akan diampuni dosanya sampai jum’at mendatang”.
(HR. Bukhori)
2  Mandi Hari Raya
Disunahkan mandi ketika datangnya Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha, tendensi kesunahan ini adalah hadits yang diriwayatkan imam Ibnu Majah :
  كا ن صلي الله عليه وسلم يغتسل يوم العيد ين (روا ه ابن ما جه)
Artinya : “Ropsululloh mandi pada Hari Raya (Idul Fitri dan Adha)”.
(HR. Ibnu Majah)
Waktu mandi hari raya mulai terbitnya fajar sodiq dengan niat :

  نويت الغسل ليوم عيد الفطر \ الا ضحي سنة لله تعالي

Artinya : “Saya niat mandi hari raya Idul Fitri/Idul Adha supaya mendapat kesunahan, karena Allah SWT”.
Diantara kesunahan pada hari raya adalah memakai pakaian baru dan bersih dan memakai wangi-wangian.
3  Mandi Ihrom
Seseorang yang hendak melakukan ihrom haji atau umroh di sunahkan mandi terlebih dahulu. Dasar kesunahan ini adlah hadits yang diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit :
   روي زيد ابن ثا بت انه راى النبي صلي الله عليه وسلم تجرد لاهلا له واغتسل

Artinya : Zaid bin Tsabit melihat Rosululloh tidak berpakaian (yang dilarang bagi orang yang sedang ihrom) karena hendak ihrom dan beliau mandi. (Haits Hasan)
Waktu mandi ketika seseorang hendak melakukan ihrom dengan niat :
   نويت الغسل للا حرام سنة لله تعا لي
Artinya : “Saya niat mandi karena hendak ihrom supaya dapat kesunahan, karena Allah SWT”.

0 komentar:

Post a Comment

Mobil Bekas
Pasang Iklan Rumah
Kontak Jodoh