Definisi
bersuci secara lughot (etimilogi) adalah bersih dan terbebes dari kotoran.
Sedangkan secara syara, (treminologo) adalah menghilangkan najis atau hadats.
Air adalah
salah satu hal yang vital bagi kehidupan sekaligus merupakan satu-satunya dzat
yang mampu menghilangkan hadats atau najis, sebagaimana yang termaktub di dalam
al-Qur,an surat al-Anfal 11 :
وينزل عليكم من السماء ماء ليطهركم به ( الا نفا
ل : اا )
Artinya :
“Dan Allah telah menurunkan kepadamu air supaya kamu bias bersuci dengan air
tersebut”. ( QS. Al-Anfal :11 )
Dan Hadits Nabi Muhammad SAW :
اللهم طهربالماء والثلج والبرد (رواة البخاري ومسلم )
Artinya : “Ya Allah sucikanlah
saya dengan air tawar, embun dan air hujan”. ( HR. Bukhori-Muslim )
A. Klasifikasi Air
Pembagian air
ditinjau dari sah dan tidaknya digunakan bersuci ada tiga :
1.
Suci dan dapat mensucikan perkara lain (suci
mensucikan)
2.
Suci tapi tidak dapat mensucikan yang lainnya (suci
tidak mensucikan)
3.
Air mutanajis
(terkena najis)
Air suci
mensucikan yaitu setiap air yang turun dari langit atau yang keluar dari mata
air dan tidak berubah salah satu dari sifatnya (warna,baud an rasa) dengan
sesuatu yang bias menghilangkan kemutlakanya air serta bukan air musta’mal
(telah di gunakan untuk menghilangkan hadats atau najis). Sebagian Ulama’
madzhab maliki menyatakan bahwa air musta’mal tetap boleh di gunakan bersuci,
seperti wudlu dan mandi, hanya saja hukumnya makruh, tendensi yang di buat
pijakan adalah hadits yang di riwayatkan Ibnu Majah yang berbunyi :
ان النبي صلي اللة علية وسلم قا ل : الماء طهور لا ينجسة الا ما غلب علي
لونه او طعمه او ريحه (رواه ابن ماجه)
Artinya : Nabi
bersabda : ‘air tetap suci mensucikan selagi tidak berubah warna, rasa dan
bau”. (HR Ibnu Majah)
Air suci yang
tidak mensucikan yaitu air yang telah tercampur dengan sesuatu yang suci dan
telah berubah salah satu dari tiga sifat yang menghilangkan kemutlakan air. Hal
ini karena berdasar hadits yang di riwayatkan Imam Bukhori :
ان النبي صلي الله
عليه وسلم صب علي جا بر من وضوئه ( رواه
البخا ري )
Artinya :
“Sesungguhnya Nabi SAW menuangkan air bekas wudlu-Nya pada Jabir “. (HR. Bukhori)
Air mutanajis
(terkena najis) yaitu air sedikit (kurang dari dua kulah) yang terkena najis,
walaupun tidak berubah salah satu dari tiga sifatnya, atau air banyak (dua
kulah atau lebih) yang terkana najis dan berubah salah satu dari tiga sifatnya.
Difinisi ini berdasarkan hadits yang di riwayatkan Imam Ibnu Hibban :
قال
النبي صلي الله عليه وسلم اذا بلغ الماء قلتين لم يحمل خبثا – وفي روا ية لم
يتنجسه شيئ
( رواه ابن حبا ن )
Artinya : Nabi bersabda : “Kertika air sudah
mencapai dua kulah, maka tidak bias terpengaruh oleh najis”. Riwayat lain :
“Maka tidak ada sesuatu yang bias menajiskannya”. (HR. Ibnu Hibban)
Tata Cara Mensucikan
Air Yang Terkena Najis
Air mutanajis (terkena najis) di
tinjau dari proses mesucikannya terbagi menjadi tiga golongan :
1.
Air yang kurang dari dua kolah :
Cara
mensucikan air yang kurang dari dua kulah adalah dengan menambahkan air hingga
mencapai dua kulah, namun bila airnya telah berubah sifatnya, baik karena
dampak najis tersebut ataupun karena sebab lainnya, maka selain harus mencapai
dua kulah, perubahan tersebut juga harus hilang.
2.
Air dua kulah :
Cara
mensucikannya adalah dengan menambah air
sampai perubahan tersebut hilang, atau dengan cara mendiamkannya dalam jangka
waktu yang relatif lama sehingga
perubahan tersebut hilang dengan sendirinya.
3.
Air yang lebih dari dua kulah :
Ada tiga
cara untuk mensucikannya yaitu :
1)
Menambahkan air
2)
Mengurangi air, dengan catatan sisanya masih ada dua
kulah
3)
Membiarkannya (tanpa menambah atau mengurangi).
Tiga cara ini dapat mengembalikan
kesucian air dengan syarat perubahan air hilang.
Istilah air sedikit dalam
literature fiqih adalah air yang kurng dari dua klah, dan air banyak adalah air
yang genap dua kulah atau lebih.
Kadar air dua kulah menurut beberapa versi ulama’
Versi Ulama
|
Ukuran dalam kubus (Cm)
|
Ukuran dalam liter
|
Imam Nawawi
|
± 55,9
|
174,58
|
Imam Rofi’i
|
± 56,1
|
176,245
|
Ulama’ Iraq
|
± 63,4
|
255,325
|
Mayoritas ulama
|
± 60
|
216
|
B. Wudlu
Wudlu adalah syari’at (tatanan) agama yang
mempunyai makna bersih, baik bersih dari kotoran, najis, dosa atau lainnya.
Dengan melakkan wudlu seseorang
diperbolehkan melakukan ibadah yang asalnya dilarang sebab hadats kecil
seperti sholat, memegang atau membawa al-Qur’an dan thowaf.
Disyariatkannya (diwajibkannya)
wudlu bersamaan disyari’atkannya sholat laima waktu, yaitu ketika Nabi Muhammad
SAW melakukan isro’ mi’roj, namun sebenarnya Nabi sudah pernah melakukan wudlu
sebelum isro’ mi’roj, yaitu ketika permulaan Muhammad SAW di utus menjadi Nabi.
Kemudian beliau di datingi malaikat Jibril untuk di ajari wudlu yang kemudian
beliau di ajak melakukan sholat dua reka’at (sholat sunnah dua reka’at).
Wudlu merupakan syari’at nabi Muhammad dan
para nabi sebelumnya, namun tatacaranya berbeda, seperti memperluas basuhan
muka dan meperpanjang basuhan tangan pada ajaran nabi kita.
Syarat
Wudlu
Pengertian syarat secara lughot (etimologi)
adalah persambungannya sesuatu dengan yang lain nya yang tidak dapat di
pisahkan, seperti melakukan wudlu harus menggunakan air yang suci mensucikan,
maka hubungan wudlu dengan air suci mensucikan tidak bias dipisahkan, sebab
bila keduanya dipisahkan akan berdampak pada tidak sahnya wudlu.
Pengertian syarat menurut terminology
(istilah) adalah sesuatu yang harus di penuhi sebelum melakukan ibadah dan
harus kotinyu sampai selesainya ibadah tersebut, seperti syarat sahnya sholat
harus suci dari dua hadats (kecil dan besar), maka suci dari dua hadats harus
terpenuhi sebelum melakukan sholat dan harus kontinyu sampai sholat selesai.
Syarat-syarat wajib wudlu terbagi menjadi
tiga :
1)
Syarat wajib wudlu
Adalah sesuatu yang mewajibkan orang
mukallaf (baligh dan berakal) untuk melakukan wudlu, sehingga ketika syarat
wajib tidak terpenuhi, wudlu tidak wajib dilaksanakan. Syarat wajib wudl ada
dua yaitu : - baligh, dan masuknya waktu sholat.
Dengan adanya dua syarat tersebut
bukan berarti wudlunya orang yang tidak memenuhi syarat (seperti orang yang
belum baligh) tidak sah, melainkan tetap sah , yang penting sudah tamyiz (bias
makan, minum sendiri) sebab orang yang sudah tamyiz termaksuk ahlan lin niyyat
(niatnya di hukumi sah), sedangkan baligh merupakan sayrat wajib wudlu, bukan
syarat sah wudlu.
2)
Syrat sahnya wudlu
Adalah melakukan wudlu sesuai kriteria
dan norma yang telah di tetapkan syara’, baik dalam segi syarat, rukun atau
lainnya. Syarat sahnya wudlu sebagai berikut :
- Wudlu menggunakan air suci dan mensucikan (air mutlak)
- Orang yang wudlu sudah tamyiz
- TidaK ada sesuatu yang menghalangi sampainya air pada anggota yang di basuh atau diusap
- Tidak melakukan hal-hal yang membatalkan wudlu
3)
Syarat keduanya (wajib dan sahnya wudlu)
Adalah suatu sifat yang melekat pada
orang yang berwudlu, seperti :
·
Orang yang berwulu harus suci dari haidl dan
nifas
·
Orang yang berwudlu harus mengetahui bahwa yang
sedang dilakukannya merupakan ajaran syara’
·
Tidak dalam keadaan tidur atau diluar kesadaran.
Rukun-rukun
wudlu
Rukun adalah sesuatu yang harus terpenuhi mulai dari permulaan
ibadah hingga ibadah tersebut selesai. Adapun rukun wudlu adalah :
-
Niat ketika membasuh muka
Bahwa niat merupakan rukun dari wudlu
bertendensi pada sebuah hadits yang berbunyi :
انما
الا عما ل با لنيا ت وانما لكل امر ئ ما نو ى ( متفق عليه )
Artinya : “Sesungguhnya sahnya
beberapa amal harus disertai niat, setiap orang akan memperoleh atas apa yang
ia niati”. (HR. Bukhori-Muslim)
-
Membasuh muka
-
Membasuh dua tangan sampai siku-siku
-
Mengusap sebagian kepala atau rambut yang ada di
batas kepala
-
Membasuh kaki sampai mata kaki
Tendensi dari empat rukun wudlu di
atas terdapat dalam al-Qur’an surat al-Ma’idah
: 6 :
يا ايها الذين امنوا اذا قمتم
الي الصلا ة فاغسلوا وجوهكم وايد يكم الي المرا فق ومسحوا برؤ سكم الي
الكعبين ( الما ئد ة : )
Artinya : “Hai orang-orang yang
beriman, jika kamu semua hendak mendirikan sholat, maka basuhlah wajah dan
tangan kamu sampai siku-siku dan usaplah kepala dan basuhlah kaki kamu sampai
dua mata kaki”.
(QS. Al-Ma’idah : 6)
-
Tartib (mendahulukan anggota yang seharusnya
diawal dan mengakhirkan anggota yang seharusnya akhir).
Kategori tertib sebagai rukun wudlu
juga merujuk pada surat al-Ma’idah : 6
di atas, dengan kaidah nahwiyyah, huruf fa’ dalam lafad فا غسلوا pada redaksi tersebut memiliki
faidah tertib yang berarti berurutan.
Sunah-sunah
Wudlu
a)
Siwakan
Dengan merujuk pada hadits nabi yang
berbunyi :
{ لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ
عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوءٍ } أَيْ أَمْرَ
إيجَابٍ ، وَفِي رِوَايَةٍ { لَفَرَضْت
عَلَيْهِمْ السِّوَاكَ } رَوَاهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ ، وَالْحَاكِمُ
Artinya
: “Seandainya siwakan itu tidak memberatkan umatku maka pastilah aku
perintahkan utuk siwakan setiap akan wudlu – dalam satu riwayat : “tentunya aku
wajibkan terhadap umatku untuk siwakan”.
(HR. Ibnu Huzaimah dan Hakim)
b)
Membaca
basmalah
Kesunahan membaca basmalah ketika
wudlu berdasarkan hadits Nabi SAW yang di riwayatkan oleh Imam Nasa’i :
لِخَبَرِ
النَّسَائِيّ بِإِسْنَادٍ جَيِّدٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ { طَلَبَ بَعْضُ أَصْحَابِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَضُوءًا -
ثُمَّ قَالَ تَوَضَّئُوا بِسْمِ اللَّهِ فَرَأَيْت الْمَاءَ يَفُورُ مِنْ
بَيْنِ أَصَابِعِهِ حَتَّى تَوَضَّئُوا نَحْوُ سَبْعِينَ رَجُلًا }
c)
Membasuh kedua telapak tangan di awal wudlu
Membasuh kedua telapak tangan hukumnya
sunah bila orang yang hendak melaksanakan wudlu telapak tangannya tidak kotor
atau baru bangun dari tidur, bila keadaan telapak tangannya kotor atau bengun
tidur maka hokum membasuh telapak tangan menjadi wajib sebelum mengawali wudlu.
d)
Berkumur dan membersihkan hidung (istinsaq)
Hal ini bertendensi pada hadits
NabiSAW yang di riwayatkan Imam Muslim :
وَلِخَبَرِ مُسْلِمٍ { مَا
مِنْكُمْ رَجُلٌ يُمَضْمِضُ ، وَيَسْتَنْشِقُ فَيَسْتَنْثِرُ إلَّا خَرَّتْ خَطَايَا
وَجْهِهِ وَفِيهِ وَخَيَاشِيمِهِ }
e)
Mengusap kedua telinga
Disunahkannya mengusap kedua telinga
di sandarkan pada hadits NabiSAW yang di riwayatkan oleh Imam Abu Dawud :
{
لِأَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَسَحَ فِي وُضُوئِهِ بِرَأْسِهِ ،
وَأُذُنَيْهِ ظَاهِرَهُمَا ، وَبَاطِنَهُمَا ،
وَأَدْخَلَ أُصْبُعَيْهِ فِي صِمَاخَيْ
أُذُنَيْهِ } رَوَاهُ أَبُو دَاوُد
Artinya : “ Karena sesungguhnya Nabi
Muhammad SAW di dalam wudlunya mengusap kepalanya dan kedua telinganya yang
luar dan dalam dan memasukkan kedua jarinya dikelopak telinga beliau”.
(HR. Abu Dawud)
f)
Membasuh /mengusap anggota wudlu secara ganjil/tiga
kali
{
لِأَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ ثَلَاثًا ثَلَاثًا ثُمَّ
قَالَ هَكَذَا الْوُضُوءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا أَوْ نَقَصَ فَقَدْ أَسَاءَ ، وَظَلَمَ } رَوَاهُ
أَبُو دَاوُد
Artinya : “Karena sesungguhnya
Nabi Muhammad SAW berwudlu (membasuh/mengusap anggota wudlu)tiga kali-tiga kali
kemudian beliau berkata seperti inilah wudlu, barang siapa menambah atau
mengurangi yang seperti ini maka akan keliru dan sesat”.
(HR. Abu Dawud)
g)
Berdo’a setelah wudlu
Dalil kesunahan do’a setelah wudlu
bedasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim :
لِخَبَرِ
مُسْلِمٍ { مَنْ تَوَضَّأَ فَقَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ إلَى
آخِرِهِ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ
الثَّمَانِيَةِ يَدْخُلُ مِنْ أَيُّهَا شَاءَ }
Artinya : “Barang siapa wudlu dan mengucap
ashhadu al lailaha alla llah hingga selesai maka di bukakan untuknya delapan
pintu suga untuknya dia dapat masuk dari pintu manapun yang ia kehendaki”. (HR.
Muslim)
h)
Sholat dua reka’at sesudah wudlu
لِخَبَرِ
مُسْلِمٍ عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ { رَأَيْت النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ
ثُمَّ قَالَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَوُضُوئِي
هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ
مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ }
Artinya : “Dari sahabat Usman R.a berkata :
saya meliahat Nabi SAW wudlu kemudian beliau berkata barang siapa berwudlu
seperti wudluku ini kemudian sholat dua reka’at maka di ampuni dosa-dosanya
yang terdahulu”. (HR. Muslim)
C.
Mandi
Pengertian mandi menurut lughot
(etimology) yaitu mengalirnya air secara mutlak, baik di badan atau lainnya.
Sedangkan menurut syara’ (terminology) yaitu menglirkan air keseluruh tubuh
dengan syarat-syarat tertentu dan di sertai niat. Dalil-dalil di wajibkannya
mandi yaitu firman allah dalam surat al-Ma’idah ayat :6
وان كنتم جنبا فا طهروا (الما ئد ة :
)
Artinya : “Apabila kamu semua junub
(hadas besar) maka mandilah”. (QS. Al-Ma’idah 6)
Kewajiban bagi seseorang untuk mandi dari hadats besar,
yaitu ketika akan melaksanakan hal-hal yang di syaratkan suci dari hadats besar
seperi sholat, thowaf dan lainnya.
·
Hal-hal
yang mewajibkan mandi
a.
Keluar
sperma dengan cara apapun, baik disertai syahwat atau tidak
b.
Memasukkan
khasafah (penis) kedalam farji (lubang jalan depan atau belakang), baik milik
orang maupun hewan.
c.
Terputusnya
darah haidl
d.
Terputusnya
darah nifas
e.
Melahirkan
f.
Baru masuk
islam
g.
Mati, selain
mati syahid dunia akhirat.
·
Rukun-rukun
mandi
a)
Niat ketika
membasuh anggota badan
b)
Mengalirkan
air keseluruh badan
c)
Membersihkan
najis yang terdapat di badan
·
Macam-macam
mandi sunah
1.
Mandi
Jum’at
Waktunya mandi jum’at dimulai dari terbitnya fajar sodiq, dengan niat :
نو يت الغسل ليوم
الجمعة سنة لله تعالي
Artinya : “Saya niat mandi jum’at supaya mendapat kesunahan, karena Allah
SWT”.
Banyak sekali hal-hal yang di sunahkan ketika hari jum’at, diantaranya
memotong kuku tangan dan kaki, memotong rambut, membersihkan badan dari kotoran
dan bau kurang enak. Refrensi yang di jadikan dasar di sunahkannya mandi jum’at
adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori :
ان النبي صلي الله عليه وسلم قا ل لا يغتسل رجل يوم الجمعة ويتطهر بما استطا ع
من طهر ويدهن من دهنه ويمس من طيب بيته
ثم يخرج فلا يفرق بين اثنين ثم يصلي ما كتب له ثم ينصت اذا تكلم الامام الا غفر له ما بينه وبين الجمعة الاخري
(روة البخاري)
Artinya : “Tiada bagi seseorang yang mandi, memakai wangi-wangian,
berangkat jum’atan, lalu mendengarkan iamam ketika sedang membacakan khutbah
jum’at, kecuali ia akan diampuni dosanya sampai jum’at mendatang”.
(HR. Bukhori)
2
Mandi
Hari Raya
Disunahkan mandi ketika datangnya Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul
Adha, tendensi kesunahan ini adalah hadits yang diriwayatkan imam Ibnu Majah :
كا ن صلي الله عليه وسلم يغتسل يوم العيد ين (روا ه ابن ما جه)
Artinya : “Ropsululloh mandi pada Hari Raya (Idul Fitri dan Adha)”.
(HR. Ibnu Majah)
Waktu mandi hari raya mulai terbitnya fajar sodiq dengan niat :
نويت الغسل ليوم عيد الفطر \ الا ضحي سنة لله
تعالي
Artinya : “Saya niat mandi hari raya Idul Fitri/Idul Adha supaya mendapat
kesunahan, karena Allah SWT”.
Diantara kesunahan pada hari raya adalah memakai pakaian baru dan bersih
dan memakai wangi-wangian.
3
Mandi
Ihrom
Seseorang yang hendak melakukan ihrom haji atau umroh di sunahkan mandi
terlebih dahulu. Dasar kesunahan ini adlah hadits yang diriwayatkan oleh Zaid
bin Tsabit :
روي زيد ابن ثا بت انه راى النبي صلي الله عليه وسلم تجرد لاهلا له واغتسل
Artinya : Zaid bin Tsabit melihat Rosululloh tidak berpakaian (yang
dilarang bagi orang yang sedang ihrom) karena hendak ihrom dan beliau mandi.
(Haits Hasan)
Waktu mandi ketika seseorang hendak melakukan ihrom dengan niat :
نويت الغسل للا حرام سنة لله تعا لي
Artinya : “Saya niat mandi karena hendak ihrom supaya dapat kesunahan,
karena Allah SWT”.
0 komentar:
Post a Comment