Banyak sekali ragam tradisi yang berhubungan dengan ziarah kubur.
Mulai dari mengaji al-Qur’an, tahlil, yasinan hingga menyirami pusara
dengan air. Tentang dasar hukum berbagai tradisi tersebut telah sering
disebutkan dalam rubrik ubudiyah. Kali ini redaksi akan menerangkan
dasar hukum menyiram kuburan dengan air dingin atupun air wewangian.Imam
Nawawi al-Bantani dalam Nihayatuz Zain menerangkan bahwa hukum menyiram
kuburan dengan air dingin adalah sunnah. Tindakan ini merupakan sebuah
pengharapan –tafaul- agar kondisi mereka yang dalam kuburan tetap
dingin.
وَيُنْدَبُ رَشُّ
الْقَبْرِ بِمَاءٍ باَرِدٍ تَفاَؤُلاً بِبُرُوْدَةِ الْمَضْجِعِ وَلاَ
بَأْسَ بِقَلِيْلٍ مِنْ مَّاءِ الْوَرْدِ ِلأَنَّ الْمَلاَ ئِكَةَ تُحِبُّ
الرَّائِحَةَ الطِّيْبِ (نهاية الزين 154)
Disunnahkan untuk menyirami kuburan dengan air yang dingin.
Perbuatan ini dilakukan sebagai pengharapan dengan dinginnya tempat
kembali (kuburan) dan juga tidak apa-apa menyiram kuburan dengan air
mawar meskipun sedikit, karena malaikat senang pada aroma yang harum.
Begitu pula yang termaktub dalam al-Bajuri
Begitu pula yang termaktub dalam al-Bajuri
...ويندب أن يرش
القبر بماء والأولى أن يكون طاهرا باردا لأنه صلى الله عليه وسلم فعله
بقبرولده إبراهم وخرج بالماء ماء الورد فيكره الرش به لأنه إضاعة مال لغرض
حصول رائحته فلاينافى أن إضاعة المال حرام وقال السبكى لا بأس باليسير منه
إن قصد به حضور الملائكة فإنها تحب الرائحة الطيبة...
Disunnahkan menyiram kubur dengan air, terutama air
dingin sebagaimana pernah dilakukan rasulullah saw terhadap pusara
anyaknya, Ibrahim. Hanya saja hukumnya menjadi makruh apabila
menyiraminya menggunakan air mawar dengan alasan menyia-nyiakan (barang
berharga). Meski demikian menurut Imam Subuki tidak mengapa kalau memang
penyiraman air mawar itu mengharapkan kehadiran malaikat yang menyukai
bau wangi.
Hal ini sebenarnya pernah pula dilakukan oleh Rasulullah saw
” أن النبي ( صلى الله عليه وسلم ) رش على قبر ابراهيم ابنه ووضع عليه حصباء ”
Artinya: “Sesungguhnya Nabi Muhammad ShallaAllahu
alaihi wa sallam menyiram [air] di atas kubur Ibrahim, anaknya dan
meletakkan kerikil diatasnya.”
Begitu juga dengan meletakkan karangan bunga ataupun bunga
telaseh yang biasanya diletakkan di atas pusara ketika menjelang
lebaran. Hal ini dilakukan dalam rangka Itba’ sunnah Rasulullah saw.
sebagaimana diterangkan dalam hadits
حَدثَناَ يَحْيَ :
حَدَثَناَ أَبُوْ مُعَاوِيَةَ عَنِ الأعمش عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ طاووس عن
ابن عباس رضي الله عنهما عَنِ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّهُ مَرَّ بِقَبْرَيْنِ يُعَذِّباَنِ فَقاَلَ: إِنَّهُمَا
لَـيُعَذِّباَنِ وَماَ يُعَذِّباَنِ فِيْ كَبِيْرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا
فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ البَوْلِِ وَأَمَّا اْلآخَرُ فَكَانَ يَمْشِيْ
باِلنَّمِيْمَةِ . ثُمَّ أَخُذِ جَرِيْدَةً رَطْبَةً فَشْقِهَا
بِنَصْفَيْنِ، ثُمَّ غُرِزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةٍ، فَقَالُوْا: ياَ
رَسُوْلَ اللهِ لِمَ صَنَعْتَ هٰذَا ؟ فقاَلَ: ( لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ
عَنْهُمَا مَالَمْ يَيْـبِسَا)
Dari Ibnu Umar ia berkata; Suatu ketika Nabi melewati
sebuah kebun di Makkah dan Madinah lalu Nabi mendengar suara dua orang
yang sedang disiksa di dalam kuburnya. Nabi bersabda kepada para sahabat
“Kedua orang (yang ada dalam kubur ini) sedang disiksa. Yang satu
disiksa karena tidak memakai penutup ketika kencing sedang yang lainnya
lagi karena sering mengadu domba”. Kemudian Rasulullah menyuruh sahabat
untuk mengambil pelepah kurma, kemudian membelahnya menjadi dua bagian
dan meletakkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Para sahabat lalu
bertanya, kenapa engkau melakukan hal ini ya Rasul?. Rasulullah
menjawab: Semoga Allah meringankan siksa kedua orang tersebut selama dua
pelepah kurma ini belum kering. (Sahih al-Bukhari, [1361])
Lebih ditegaskan lagi dalam I’anah al-Thalibin;
يُسَنُّ وَضْعُ
جَرِيْدَةٍ خَضْرَاءَ عَلَى الْقَبْرِ لِلْإ تِّباَعِ وَلِأَنَّهُ
يُخَفِّفُ عَنْهُ بِبَرَكَةِ تَسْبِيْحِهَا وَقيِْسَ بِهَا مَا اعْتِيْدَ
مِنْ طَرْحِ نَحْوِ الرَّيْحَانِ الرَّطْبِ
Disunnahkan meletakkan pelepah kurma yang
masih hijau di atas kuburan, karena hal ini adalah sunnah Nabi Muhammad
Saw. dan dapat meringankan beban si mayat karena barokahnya bacaan
tasbihnya bunga yang ditaburkan dan hal ini disamakan dengan sebagaimana
adat kebiasaan, yaitu menaburi bunga yang harum dan basah atau yang
masih segar.
0 komentar:
Post a Comment