Istighfar adalah air untuk mencuci hati, membersihkan batin dari dosa, cahaya untuk menyirnakan kegelapan maksiat dan menyibak tabir dengan nur Ar Rahman.
Allah berfirman: “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung”. (QS An Nur 24 : 31)
Syaddad bin Aus ra meriwayatkan, bahwa Nabi saw bersabda: “Pimpinan istighfar adalah: “Ya Allah, Engkau Tuhanku, tidak ada tuhan kecuali Engkau. Engkau ciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Aku berada di atas perjanjian dan janji-Mu selama aku mampu. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan sesuatu yang Engkau ciptakan. Aku kembali kepada-Mu dengan nikmat-Mu atasku dan aku kembali dengan dosaku. Karena itu, ampunilah aku. Karena sesungguhnya tidak mengampuni dosa-dosa, kecuali Engkau”. (HR Bukhari 6323)
Dalam hadits dikisahkan, bahwa di antara Bani Israel terdapat seorang lelaki yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang. Kemudian dia bertanya kepada orang-orang, siapakah orang yang paling pintar di bumi ini? Dia diberitahu, bahwa orang yang paling pintar adalah seorang pertapa. Dia menghadap sang pertapa dan berkata: “Ada seseorang yang telah membunuh sembilan puluh sembilan nyawa. Apakah dia masih bisa bertobat?” Sang pertapa menjawab: “Tidak”. Maka lelaki itu membunuh si pertapa, sehingga korbannya genap seratus orang.
Agak berapa lama, dia bertanya lagi kepada orang-orang, siapakah orang yang paling pintar di dunia ini? Dia diberitahu, bahwa orang yang paling pintar adalah seorang kiyai. Maka dia menghadap sang kiyai dan bertanya: “Saya telah membunuh seratus orang. Apakah masih ada kesempatan bagi saya untuk bertobat?” Sang kiyai menjawab: “Ya. Tidak ada yang menghalangi kamu untuk bertobat. Pergilah ke daerah bernama anu dan anu. Di sana terdapat banyak orang yang beribadah kepada Allah. Lakukan ibadah bersama mereka dan jangan kembali ke daerah asalmu, sebab daerah asalmu tidak baik”.
Agak berapa lama, dia bertanya lagi kepada orang-orang, siapakah orang yang paling pintar di dunia ini? Dia diberitahu, bahwa orang yang paling pintar adalah seorang kiyai. Maka dia menghadap sang kiyai dan bertanya: “Saya telah membunuh seratus orang. Apakah masih ada kesempatan bagi saya untuk bertobat?” Sang kiyai menjawab: “Ya. Tidak ada yang menghalangi kamu untuk bertobat. Pergilah ke daerah bernama anu dan anu. Di sana terdapat banyak orang yang beribadah kepada Allah. Lakukan ibadah bersama mereka dan jangan kembali ke daerah asalmu, sebab daerah asalmu tidak baik”.
Tak lama kemudian, lelaki bekas pembunuh itu berangkat menuju daerah yang dimaksudkan. Namun baru mencapai setengah perjalanan, dia keburu meninggal dunia. Karena itu, para malaikat berselisih faham mengenai dia, yaitu malaikat rahmat dan malaikat siksa. Malaikat rahmat berujar: “Dia berangkat dalam keadaan bertobat dan hatinya menghadap kepada Allah”. Sementara malaikat siksa berkata: “Dia sama sekali belum pernah melakukan kebaikan dalam hidupnya”. Akhirnya seorang malaikat menjelma sebagai manusia datang menemui mereka dan melerai perselisihan itu. Manusia jadi-jadian itu berkata: “Ukurlah jarak dia ke dua daerah itu. Ke daerah mana dia lebih dekat, maka dia diikutkan ke daerah itu”.
Kedua pihak yang berselisihan setuju dan mengukur jarak badan bekas pembunuh ke kedua daerah. Setelah diadakan pengukuran, maka nyatalah bahwa dia lebih dekat ke daerah yang dia tuju dan dia dibawa oleh malaikat rahmat. (QS Bukhari 3470, Muslim 2766 dari Abu Said ra)
Allah berfirman: “Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrahpun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula”. (QS Az Zalzalah 99 : 7-8)
Nabi saw bersabda: “Dua kalimat dicintai oleh Ar Rahman, ringan bagi lidah dan berat di timbangan : subhanallahi wa bihamdihi, subhanallahil ‘adhim”. (HR Bukhari 7563, Muslim 2694)
Nabi saw bersabda kepada Abu Musa Al Asy’ari ra: “Apakah tidak aku tunjukkan kepadamu suatu kalimat yang termasuk perbendaharaan surga (atau suatu perbendaharaan di antara perbendaharaan surga)?” Abu Musa menjawab: “Ya”. Nabi bersabda: “La haula wala quwwata illa billah”. (HR Muslim 2704, 3684)
Dalam sebuah kesempatan, Nabi keluar meninggalkan Umil Mukminin Juwairiyah ra setelah shalat subuh. Juwairiyah saat itu berada di masjidnya. Kemudian Nabi kembali setelah hari terang, sementara Juwairiyah masih duduk di tempatnya semula. Nabi bertanya: “Apakah hari ini kamu selalu dalam keadaan seperti saat aku meninggalkanmu?” Juwairiyah menjawab: “Ya”. Nabi bersabda: “Sungguh setelah kamu, aku mengucapkan empat kalimat tiga kali yang seandainya ditimbang dengan apa yang kamu ucapkan hari ini, maka lebih berat : maha suci Allah dan dengan memuji-Nya sebanyak makhluk-Nya, seridha zat-Nya, seberat arasy-Nya dan setinta kalimat-kalimat-Nya”. (QS Muslim 2726 dari Juwairiyah ra)
Dikisahkan bahwa seorang pertapa di antara Bani Israel beribadah menyembah Allah di suraunya selama enam puluh tahun. Suatu hari, langit menurunkan hujan dan bumi menghijau subur. Sang pertapa melihat keluar suraunya dan berkata: “Jika aku keluar untuk melihat-lihat, aku bisa bertambah pahala dengan dzikir kepada Allah”.
Tak lama kemudian, dia keluar dari suraunya sambil membawa satu atau dua buah roti. Ketika dalam perjalanan, dia bertemu dengan seorang wanita. Mereka berdua senantiasa berbincang-bincang lama, sampai mereka terjerumus melakukan perbuatan zina. Setelah melakukan perbuatan terkutuk itu, sang pertapa jatuh pingsan. Tak lama kemudian, dia siuman dan menuju ke sebuah empang untuk membersihkan diri. Kemudian datanglah seorang pengemis dan diberi satu roti oleh si pertapa.
Tak lama kemudian, pertapa itu meninggal dunia. Setelah ditimbang, ibadahnya selama enam puluh tahun kalah oleh dosa zinanya. Namun ketika roti yang dia berikan kepada pengemis diikut sertakan, maka ibadahnya lebih unggul, sehingga dia diberi ampunan. (HR Ibnu Hibban 5/335)
0 komentar:
Post a Comment