Alkisah, diceritakan bahwa ada seorang lelaki yang sangat miskin sekali sampai-sampai untuk memberi makan malam dirinya saja ia tidak mampu, padahal ia masih punya tanggungan anak dan istri yang harus diberi makan.
Suatu saat ia sedang mengais mencari sisa-sisa makanan yang mungkin tercecer di jalan…
Secara tidak sengaja, pandangannya tertuju kepada sesuatu di sudut jalan yang ia pun tidak mengetahui apa sebenarnya sesuatu tersebut. Setelah ia mendekat, lalu mengambil sesuatu tersebut dengan tangannya, betapa terkejutnya ia bahwa yang ada di tanganya sekarang adalah berlian yang begitu indah.
Dari setiap sikunya memancarkan cahaya. Setiap orang yang melihatnya pasti akan terpesona akan keindahan berlian tersebut. Tanpa ragu dan dengan penuh rasa gembira, ia mengambil langkah seribu menuju kedai perhiasan untuk menjual berlian tersebut, dengan harapan hasilnya dapat ia gunakan untuk memenuhi keperluan sehari-hari hidupnya dan keluarganya.
Hal-hal indah terbayang sepanjang perjalananya. Harapan harapan besar tersirat dalam hatinya. Sebentar lagi ia akan membeli kemewahan tanpa peluh dengan berlian yang ada di tanganya. Seakan berjalan di atas awan, tak terasa langkah kakinya telah sampai di depan toko perhiasan yang ia tuju. Dengan sejuta impian ia memasuki toko perhiasan tersebut.
“Maaf, bolehkah saya menjual berlian ini di sini?” tanyanya kepada si penjaga toko. “Biar saya lihat sebentar,” jawab penjaga toko.
Setelah memperhatikan dengan penuh ketelitian penjaga toko berkata dengan nada terkejut, “subhanallah…!!! Ini sungguh berlian yang sangat tinggi harganya, kalau seandainya aku berikan seluruh isi tokoku kepadamu, niscaya tidak dapat menggantikan nilai berlian ini. Lebih baik engkau pergi ke toko lain yang lebih besar dari pada toko saya yang tidak jauh dari sini, barang kali dia dapat memberikan harga yang setara dengan berlian ini”, kata si penjaga toko.
Dengan sedikit rasa kecewa ia meninggalkan toko tersebut. Tapi rasa putus asa tidak sedikitpun terbesit di hati kecilnya. Karena dalam fikirannya, mungkin penjaga toko itu tidak mahu menerima berliannya kerana takut membuat ia kecewa, di sebabkan nilai yang diberikan tidak sebanding dengan berlian yang ia miliki.
Perjalanan menggapai impian pun berlanjut hingga akhirnya ia sampai di toko perhiasan ke dua. Lalu ia masuk kedalam toko tersebut dan melontarkan pertanyaan yang sama seperti di toko sebelumnya.
“bolehkah saya menjual berlian ini di sini?”, tanyanya kepada si penjaga toko.
Lalu penjaga toko tersebut mengambil berlian itu dari tanganya.
Setelah penjaga toko memperhatikan berlian yang ia bawa penjaga kedai tersebut juga terkejut, “masya Allah, dimana kamu menemukan berlian ini?”, tanya penjaga toko dengan ekspresi yang sama dengan penjaga toko yang pertama. “Di jalan”, jawabnya ringan.
“Wah.., kalau seandainya seluruh isi toko ini dan bahkan dua kali gandanya saya berikan kepadamu niscaya tidak dapat menggantikan nilai berlian ini. Lebih baik engkau pergi ke toko perhiasan di ujung jalan sana, itu adalah toko perhiasan terbesar di kota ini, mungkin dia boleh memberimu harga yang setara untuk berlian seindah ini,” kata penjaga toko kedua seraya memberi nasihat.
Untuk kedua kalinya perasaannya hancur. Benar-benar tidak semudah yang ia bayangkan. Demi menjual satu berlian saja ia harus berkeliling-keliling toko perhiasan. Lelah dan letih sudah bercampur aduk dengan angan.
Tapi meski demikian harapan dan impianya tidak putus di tengah jalan. Untuk kesekian kalinya ia gantungkan cita-cita kebahagianya di toko yang ke tiga. Dengan doa terucap, semoga di toko yang ke tiga ini berliannya dapat terjual.
Sesampainya di toko ketiga….
“Assalamua’alaikum tuan, bolehkah saya menjual berlian ini di sini?” dengan penuh harap ia lontarkan pertanyaan tersebut diringi runtutan doa di hati.
Tapi apa yang terjadi?
Setelah ia lelah berjalan, ternyata tidak satu kedai pun yang mau menerima berlian yang ada di tanganya. Jawaban yang ia dapat di toko ketigapun tidak jauh berbeda dengan jawapan di dua toko sebelumnya. Bahkan kata penjaga toko ketiga, jikalau seandainya seluruh isi toko diberikan kepadanya di tambah tiga kali lipatnya lagi tetap tidak dapat menggantikan harga berlian yang ada padanya.
Lengkap sudah penderitaanya. Berjalan tanpa alas kaki dari satu toko ke toko lain. Di tambah suara perut yang kelaparan ditemani dengan hausnya kerongkongan, membuatnya semakin putus asa. Ia hanya bertanya-tanya dalam hatinya, mengapa tidak ada satu tokopun yang mau menerima berliannya ini? Hilang sudah prasangka baik yang ada dalam hatinya. Yang ada hanya tanda tanya yang berkumul tak teratur dalam otaknya.
Lalu dari toko ke tiga ia dianjurkan untuk datang saja kepada raja, mungkin raja dapat menggantikan harga berlian yang ia temukan dijalan dengan harga yang setara. Untuk terakhir kalinya ia gantungkan impiannya kepada sang raja. Dengan harapan semoga raja boleh memberikan kepadanya harga yang setara dengan berlian yang ia bawa.
Langkahnya menuju kekerajaan, tidak selincah ketika ia berjalan ke toko pertama. Harapan yang menjadi citanya tidak sebesar angannya ketika pertama kali ia menemukan berlian tersebut. Hingga akhirnya langkahnya pun sampai di gerbang kerajaan.
Di depan gerbang kerajaan, telah berdiri dua orang pejaga gerbang yang berbadan besar. Dengan santun ia utarakan maksud dan tujuanya datang kekerajaan. Sesudah mengetahui maksud dan tujuannya, dua orang penjaga gerbang kerajaan itupun mengizinkannya masuk menemui raja.
Setelah lama ia menunggu, akhirnya sang raja pun keluar dari kamarnya yang mewah.
Dengan tutur kata yang diatur sedemikian indah, ia utarakan maksud dan tujuannya menemui paduka raja. Ia ceritakan kisah perjalananya secara singkat hingga akhirnya sampai ke kerajaan yang begitu megah.
Selesai ia bercerita, dari dalam sakunya ia tunjukkan berlian yang ia bawa ke pada paduka raja.Lalu raja mengambil berlian tersebut dengan tanganya.
Cukup lama raja memerhatikan berlian tersebut hingga akhirnya berkata, “wahai pemuda, berlian ini sungguh tidak ternilai harganya, jikalau seluruh isi kerajaan ini ku berikan kepadamu niscaya tetap tidak akan boleh menggantikannya, dimana engkau menemukan berlian ini?”, seraya menyambung perkataanya dengan pertanyaan.
“Di jalan tuanku”, jawabnya tunduk kepada raja.
“Di jalan?”, tanya raja balik dengan nada sedikit terkejut.
“Betul tuanku”, jawabnya lagi.
Lalu raja meneruskan pembicaraanya, “sungguh engkau orang yang beruntung wahai pemuda. Begini saja, bagaimana kalau sebagai gantinya akan ku berikan kepadamu kunci gudang hartaku, dan kamu ku beri waktu selama sepuluh jam untuk mengambil apa saja yang kamu sukai dan sebanyak yang kau mau dari hartaku sebagai ganti dari berlian ini?”
“sungguh tuanku?”, tanyanya balik
“Iya, sungguh, kalau engkau mau, sekarang juga pembantuku boleh mengantar mu ke gudang hartaku yang berada tepat di belakang kerajaan ini”, jawab raja memastikan keraguan lelaki miskin tersebut.
Betapa bahagianya ia sekarang, seakan menemukan kembali lilin kehidupanya yang hampir padam untuk selamanya. Angannya kembali berkelana menelusuri setiap inci impian-impian indah yang ia miliki. Semangatnya kembali bangkit tegak bak gunung batu di dataran Yaman yang selalu di terpa badai. Prasangka buruk atas berlian itu hilang dalam sekejap.
Dengan dihantar oleh pembantu raja, ia melangkah menuju gudang tempat harta benda sang raja di simpan. Tanpa terlewatkan oleh pandangan matanya, setiap sudut kerajaan ia lalui dengan rasa kagum. Sungguh ia terheran-heran dengan kemewahan yang ada di dalam kerajaan. Bagaikan orang yang baru terjaga dari mimpi indah, tanpa terasa di hadapanya sudah berdiri angkuh pintu gudang harta sang raja. Pintu yang begitu megah menggambarkan kemewahan ruangan di balik pintu tersebut. Perlahan pintu gudang di buka.
“Krek..!! hawa sejuk bersanding dengan aroma wangian menghempas tubuhnya dengan lembut seketika pintu gudang terbuka. Perlahan ia melangkah masuk. Dan lebih takjub lagi ia setelah benar-benar berada di dalam. Sungguh pemandangan yang belum sama sekali pernah ia lihat. Emas, intan, berlian, semuanya tersusun rapi. Cawan air terbuat dari kristal seakan duduk manis di hadapannya, menunggu anggur segar akan dituangkan di dalamnya. Berbagai macam jenis makanan dan buah-buahan dengan aroma yang sangat menggoda, sudah terhidang di hadapannya.
Tapi sayangnya, mungkin karena terlalu lama ia hidup dalam kemiskinan sehingga ia tidak tahu bagaimana bergaul dengan kemewahan Terlalu lama ia menyelami kelalaian tanpa kerja keras, sehingga ia tidak tahu bagaimana menyikapi kesempatan.
Dalam ketakjubanya yang bodoh terbesit dalam fikirannya, untuk membagi waktunya yang sepuluh jam. Satu jam ia gunakan untuk mengecapi segala hidangan yang ada dan menikmati nikmatnya kehidupan kerajaan. Dan sisanya sembilan jam ia gunakan untuk mengambil seluruh harta raja yang ia inginkan. Karena dalam pikiranya Sembilan jam sudah lebih dari cukup untuk mengambil harta raja yang ia inginkan.
Detik demi detik waktu pun berjalan. Ia mengecapi satu persatu hidangan yang ada. Setelah kenyang dengan makanan, ia menuju ke peti sejuk yang sangat besar dimana tersimpan berbagai macam minuman di dalamnya. Tanpa terlewatkan satu pun, ia kecapi seluruh minuman yang ada di dalam peti sejuk tersebut. Sampai tak terasa dua jam telah berlalu, sungguh di luar dari yang ia rencanakan.
Tapi sayangnya, dalam kelalaian, kebodohannya berfikir, dia rasakan lapan jam juga lebih dari cukup untuk menampungkan semua rencananya. Setelah perutnya penuh dengan berbagai macam makanan dan minuman, otak bebalnya berusaha berorentasi dengan idea yang mungkin ia anggap cemerlang tapi sebenarnya ia hanya berakhir dengan kerugian .
Dari waktunya yang hanya tinggal delapan jam, dua jamnya ingin ia gunakan untuk terbang ke alam mimpi dengan beralaskan permadani yang sangat lembut. Sebab ia merasa terlalu lelah dan ingin memanjakan tubuhnya sejenak, sambil mengumpulkan tenaga. Hawa sejuk istana dengan aromanya yang wangi pun mempercepat penerbanganya ke alam mimpi.
Satu jam, dua jam, tiga jam, empat jam, lima jam telah berlalu, dan amat sangat di sayangkan di jam terakhir jam ke enam ia juga belum bangun dari tidurnya. Sampai akhirnya habislah waktu sepuluh jam ia lalui di dalam gudang harta sang raja.
Lalu kemudian…
“Hai orang miskin…..!!! bangun…!!! Bangun…!!! Waktumu sudah habis,” herdik pembantu raja membuatnya terjaga. Tapi ia masih setengah sadar karena tidurnya terlalu nyenyak. “Cepat bangun, waktumu sudah habis. Sudah sepuluh jam kamu di sini,” tegas si pembantu raja.
Akhirnya ia sedar juga dari tidurnya, tak terasa enam jam telah ia lalui dengan tertidur. Pengembaraanya yang indah ke alam mimpi, membuat ia mengembara ke dalam penyesalan terdalam dalam dirinya. Penyesalan kerana ia akan kembali hidup sengsara seperti sedia kala.
“Wahai tuan!!!! tolong berikan saya waktu 15 minit saja untuk saya mengambil harta raja secukupnya,” katanya memohon kepada pembantu raja.
“Tidak boleh!,” jawabnya tegas.
“Kalau lima minit bagaimana?” pintanya lagi.
“Tetap tidak boleh!, walau sedetik pun niscaya tidak akan aku berikan, raja telah bermurah hati memberikan 10 jam kepadamu. Kalau kamu belum mengambil harta raja sedikitpun, itu salah kamu. Sekarang mana yang engkau pilih, ingin keluar dari kerajaan ini secara terhormat, atau ku seret kau keluar dengan paksa?” kata si pembantu raja dengan tegas.
Dengan wajah putus harapan dan tubuh longlai seakan tak bertulang keluarlah ia dari kerajaan. Berlian yang begitu berharga, yang nilainya tidak dapat di gantikan oleh penjaga kedai pertama, kedua dan ketiga, bahkan oleh raja sekali pun, hanya ia ganti dengan makanan, yang setelah dua jam kemudian mungkin ia akan merasa lapar lagi?
Dengan minuman, yang mungkin setelah keluar dari kerajaan ia akan merasa kehausan lagi?. Dan dengan tidur, yang pasti di keesokan harinya ia akan tidur lagi?.
Waktu yang raja berikan kepadanya ia sia-siakan begitu saja, tanpa ada bekasnya sedikit pun. Dan akhirnya, ia pun kembali miskin seperti sedia kala.
Sahabat... dari cerita di atas, sedarkah kita siapa sebenarnya lelaki yang menemukan berlian berharga tersebut? Yang mana semua orang bahkan sampai raja sekalipun tidak bisa menggantikanya.
Ternyata tanpa kita sedari, lelaki tersebut adalah saya, anda, dan kita semua yang hidup di dunia ini.
Berlian yang berharga itu adalah usia yang kita miliki, yang tidak seorang pun dapat menggantikanya dengan harta berapa pun jumlahnya.
Raja yang berperanan di atas adalah Allah S.W.T yang telah memberikan kita waktu di dunia ini untuk menimba amal, menjadikan dunia ini ladang bercocok tanam kebaikan untuk bekal kita di akhirat. Dan menjadikan setiap amalan dengan ganjarannya yang berlipat lipat.
Tapi... memang mungkin kita yang kurang menyedari akan nikmat yang telah Allah S.W.T berikan. Kita yang telah terlena dengan gemerlapnya dunia sehingga lupa kemana tujuan kita sebenarnya. Kita telah mensia-siakan waktu yang Allah berikan dengan hal-hal tidak berguna seperti yang di lakukan lelaki miskin tersebut yang mana seharusnya ia bergegas ketika kesempatan itu masih lapang?.
Dan pembantu raja itu adalah Izrail, sang malaikat pencabut nyawa. Jika batasan waktu hidup kita telah habis, maka ia tidak akan menunda walau sedetikpun. Ia tidak akan memberikan kita kesempatan walaupun satu kata taubat. Dan ketika nafas sudah sampai di kerongkongan maka ketika itu diperlihatkan di mana tempat duduk kita di akhirat, di syurga kah? Atau nerakakah?
Mari sama-sama kita berlindung kepada Allah S.W.T agar di jauhkan dari siksaan neraka.
Akhirul kalam semoga Allah SWT memberi kita kekuatan untuk tetap beristiqomah di jalannya, menjalankan syariat-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan menjadikan kita sebagian dari orang-orang yang berkata dan mengamalkan perkataannya, bukan menjadikan kita sebagian dari orang miskin yang melalaikan kesempatan. Dengan harapan besar rahmat, taufik dan hidayah-Nya selalu tercurah kepada kita di dunia dan di akhirat. Amin…
Suatu saat ia sedang mengais mencari sisa-sisa makanan yang mungkin tercecer di jalan…
Secara tidak sengaja, pandangannya tertuju kepada sesuatu di sudut jalan yang ia pun tidak mengetahui apa sebenarnya sesuatu tersebut. Setelah ia mendekat, lalu mengambil sesuatu tersebut dengan tangannya, betapa terkejutnya ia bahwa yang ada di tanganya sekarang adalah berlian yang begitu indah.
Dari setiap sikunya memancarkan cahaya. Setiap orang yang melihatnya pasti akan terpesona akan keindahan berlian tersebut. Tanpa ragu dan dengan penuh rasa gembira, ia mengambil langkah seribu menuju kedai perhiasan untuk menjual berlian tersebut, dengan harapan hasilnya dapat ia gunakan untuk memenuhi keperluan sehari-hari hidupnya dan keluarganya.
Hal-hal indah terbayang sepanjang perjalananya. Harapan harapan besar tersirat dalam hatinya. Sebentar lagi ia akan membeli kemewahan tanpa peluh dengan berlian yang ada di tanganya. Seakan berjalan di atas awan, tak terasa langkah kakinya telah sampai di depan toko perhiasan yang ia tuju. Dengan sejuta impian ia memasuki toko perhiasan tersebut.
“Maaf, bolehkah saya menjual berlian ini di sini?” tanyanya kepada si penjaga toko. “Biar saya lihat sebentar,” jawab penjaga toko.
Setelah memperhatikan dengan penuh ketelitian penjaga toko berkata dengan nada terkejut, “subhanallah…!!! Ini sungguh berlian yang sangat tinggi harganya, kalau seandainya aku berikan seluruh isi tokoku kepadamu, niscaya tidak dapat menggantikan nilai berlian ini. Lebih baik engkau pergi ke toko lain yang lebih besar dari pada toko saya yang tidak jauh dari sini, barang kali dia dapat memberikan harga yang setara dengan berlian ini”, kata si penjaga toko.
Dengan sedikit rasa kecewa ia meninggalkan toko tersebut. Tapi rasa putus asa tidak sedikitpun terbesit di hati kecilnya. Karena dalam fikirannya, mungkin penjaga toko itu tidak mahu menerima berliannya kerana takut membuat ia kecewa, di sebabkan nilai yang diberikan tidak sebanding dengan berlian yang ia miliki.
Perjalanan menggapai impian pun berlanjut hingga akhirnya ia sampai di toko perhiasan ke dua. Lalu ia masuk kedalam toko tersebut dan melontarkan pertanyaan yang sama seperti di toko sebelumnya.
“bolehkah saya menjual berlian ini di sini?”, tanyanya kepada si penjaga toko.
Lalu penjaga toko tersebut mengambil berlian itu dari tanganya.
Setelah penjaga toko memperhatikan berlian yang ia bawa penjaga kedai tersebut juga terkejut, “masya Allah, dimana kamu menemukan berlian ini?”, tanya penjaga toko dengan ekspresi yang sama dengan penjaga toko yang pertama. “Di jalan”, jawabnya ringan.
“Wah.., kalau seandainya seluruh isi toko ini dan bahkan dua kali gandanya saya berikan kepadamu niscaya tidak dapat menggantikan nilai berlian ini. Lebih baik engkau pergi ke toko perhiasan di ujung jalan sana, itu adalah toko perhiasan terbesar di kota ini, mungkin dia boleh memberimu harga yang setara untuk berlian seindah ini,” kata penjaga toko kedua seraya memberi nasihat.
Untuk kedua kalinya perasaannya hancur. Benar-benar tidak semudah yang ia bayangkan. Demi menjual satu berlian saja ia harus berkeliling-keliling toko perhiasan. Lelah dan letih sudah bercampur aduk dengan angan.
Tapi meski demikian harapan dan impianya tidak putus di tengah jalan. Untuk kesekian kalinya ia gantungkan cita-cita kebahagianya di toko yang ke tiga. Dengan doa terucap, semoga di toko yang ke tiga ini berliannya dapat terjual.
Sesampainya di toko ketiga….
“Assalamua’alaikum tuan, bolehkah saya menjual berlian ini di sini?” dengan penuh harap ia lontarkan pertanyaan tersebut diringi runtutan doa di hati.
Tapi apa yang terjadi?
Setelah ia lelah berjalan, ternyata tidak satu kedai pun yang mau menerima berlian yang ada di tanganya. Jawaban yang ia dapat di toko ketigapun tidak jauh berbeda dengan jawapan di dua toko sebelumnya. Bahkan kata penjaga toko ketiga, jikalau seandainya seluruh isi toko diberikan kepadanya di tambah tiga kali lipatnya lagi tetap tidak dapat menggantikan harga berlian yang ada padanya.
Lengkap sudah penderitaanya. Berjalan tanpa alas kaki dari satu toko ke toko lain. Di tambah suara perut yang kelaparan ditemani dengan hausnya kerongkongan, membuatnya semakin putus asa. Ia hanya bertanya-tanya dalam hatinya, mengapa tidak ada satu tokopun yang mau menerima berliannya ini? Hilang sudah prasangka baik yang ada dalam hatinya. Yang ada hanya tanda tanya yang berkumul tak teratur dalam otaknya.
Lalu dari toko ke tiga ia dianjurkan untuk datang saja kepada raja, mungkin raja dapat menggantikan harga berlian yang ia temukan dijalan dengan harga yang setara. Untuk terakhir kalinya ia gantungkan impiannya kepada sang raja. Dengan harapan semoga raja boleh memberikan kepadanya harga yang setara dengan berlian yang ia bawa.
Langkahnya menuju kekerajaan, tidak selincah ketika ia berjalan ke toko pertama. Harapan yang menjadi citanya tidak sebesar angannya ketika pertama kali ia menemukan berlian tersebut. Hingga akhirnya langkahnya pun sampai di gerbang kerajaan.
Di depan gerbang kerajaan, telah berdiri dua orang pejaga gerbang yang berbadan besar. Dengan santun ia utarakan maksud dan tujuanya datang kekerajaan. Sesudah mengetahui maksud dan tujuannya, dua orang penjaga gerbang kerajaan itupun mengizinkannya masuk menemui raja.
Setelah lama ia menunggu, akhirnya sang raja pun keluar dari kamarnya yang mewah.
Dengan tutur kata yang diatur sedemikian indah, ia utarakan maksud dan tujuannya menemui paduka raja. Ia ceritakan kisah perjalananya secara singkat hingga akhirnya sampai ke kerajaan yang begitu megah.
Selesai ia bercerita, dari dalam sakunya ia tunjukkan berlian yang ia bawa ke pada paduka raja.Lalu raja mengambil berlian tersebut dengan tanganya.
Cukup lama raja memerhatikan berlian tersebut hingga akhirnya berkata, “wahai pemuda, berlian ini sungguh tidak ternilai harganya, jikalau seluruh isi kerajaan ini ku berikan kepadamu niscaya tetap tidak akan boleh menggantikannya, dimana engkau menemukan berlian ini?”, seraya menyambung perkataanya dengan pertanyaan.
“Di jalan tuanku”, jawabnya tunduk kepada raja.
“Di jalan?”, tanya raja balik dengan nada sedikit terkejut.
“Betul tuanku”, jawabnya lagi.
Lalu raja meneruskan pembicaraanya, “sungguh engkau orang yang beruntung wahai pemuda. Begini saja, bagaimana kalau sebagai gantinya akan ku berikan kepadamu kunci gudang hartaku, dan kamu ku beri waktu selama sepuluh jam untuk mengambil apa saja yang kamu sukai dan sebanyak yang kau mau dari hartaku sebagai ganti dari berlian ini?”
“sungguh tuanku?”, tanyanya balik
“Iya, sungguh, kalau engkau mau, sekarang juga pembantuku boleh mengantar mu ke gudang hartaku yang berada tepat di belakang kerajaan ini”, jawab raja memastikan keraguan lelaki miskin tersebut.
Betapa bahagianya ia sekarang, seakan menemukan kembali lilin kehidupanya yang hampir padam untuk selamanya. Angannya kembali berkelana menelusuri setiap inci impian-impian indah yang ia miliki. Semangatnya kembali bangkit tegak bak gunung batu di dataran Yaman yang selalu di terpa badai. Prasangka buruk atas berlian itu hilang dalam sekejap.
Dengan dihantar oleh pembantu raja, ia melangkah menuju gudang tempat harta benda sang raja di simpan. Tanpa terlewatkan oleh pandangan matanya, setiap sudut kerajaan ia lalui dengan rasa kagum. Sungguh ia terheran-heran dengan kemewahan yang ada di dalam kerajaan. Bagaikan orang yang baru terjaga dari mimpi indah, tanpa terasa di hadapanya sudah berdiri angkuh pintu gudang harta sang raja. Pintu yang begitu megah menggambarkan kemewahan ruangan di balik pintu tersebut. Perlahan pintu gudang di buka.
“Krek..!! hawa sejuk bersanding dengan aroma wangian menghempas tubuhnya dengan lembut seketika pintu gudang terbuka. Perlahan ia melangkah masuk. Dan lebih takjub lagi ia setelah benar-benar berada di dalam. Sungguh pemandangan yang belum sama sekali pernah ia lihat. Emas, intan, berlian, semuanya tersusun rapi. Cawan air terbuat dari kristal seakan duduk manis di hadapannya, menunggu anggur segar akan dituangkan di dalamnya. Berbagai macam jenis makanan dan buah-buahan dengan aroma yang sangat menggoda, sudah terhidang di hadapannya.
Tapi sayangnya, mungkin karena terlalu lama ia hidup dalam kemiskinan sehingga ia tidak tahu bagaimana bergaul dengan kemewahan Terlalu lama ia menyelami kelalaian tanpa kerja keras, sehingga ia tidak tahu bagaimana menyikapi kesempatan.
Dalam ketakjubanya yang bodoh terbesit dalam fikirannya, untuk membagi waktunya yang sepuluh jam. Satu jam ia gunakan untuk mengecapi segala hidangan yang ada dan menikmati nikmatnya kehidupan kerajaan. Dan sisanya sembilan jam ia gunakan untuk mengambil seluruh harta raja yang ia inginkan. Karena dalam pikiranya Sembilan jam sudah lebih dari cukup untuk mengambil harta raja yang ia inginkan.
Detik demi detik waktu pun berjalan. Ia mengecapi satu persatu hidangan yang ada. Setelah kenyang dengan makanan, ia menuju ke peti sejuk yang sangat besar dimana tersimpan berbagai macam minuman di dalamnya. Tanpa terlewatkan satu pun, ia kecapi seluruh minuman yang ada di dalam peti sejuk tersebut. Sampai tak terasa dua jam telah berlalu, sungguh di luar dari yang ia rencanakan.
Tapi sayangnya, dalam kelalaian, kebodohannya berfikir, dia rasakan lapan jam juga lebih dari cukup untuk menampungkan semua rencananya. Setelah perutnya penuh dengan berbagai macam makanan dan minuman, otak bebalnya berusaha berorentasi dengan idea yang mungkin ia anggap cemerlang tapi sebenarnya ia hanya berakhir dengan kerugian .
Dari waktunya yang hanya tinggal delapan jam, dua jamnya ingin ia gunakan untuk terbang ke alam mimpi dengan beralaskan permadani yang sangat lembut. Sebab ia merasa terlalu lelah dan ingin memanjakan tubuhnya sejenak, sambil mengumpulkan tenaga. Hawa sejuk istana dengan aromanya yang wangi pun mempercepat penerbanganya ke alam mimpi.
Satu jam, dua jam, tiga jam, empat jam, lima jam telah berlalu, dan amat sangat di sayangkan di jam terakhir jam ke enam ia juga belum bangun dari tidurnya. Sampai akhirnya habislah waktu sepuluh jam ia lalui di dalam gudang harta sang raja.
Lalu kemudian…
“Hai orang miskin…..!!! bangun…!!! Bangun…!!! Waktumu sudah habis,” herdik pembantu raja membuatnya terjaga. Tapi ia masih setengah sadar karena tidurnya terlalu nyenyak. “Cepat bangun, waktumu sudah habis. Sudah sepuluh jam kamu di sini,” tegas si pembantu raja.
Akhirnya ia sedar juga dari tidurnya, tak terasa enam jam telah ia lalui dengan tertidur. Pengembaraanya yang indah ke alam mimpi, membuat ia mengembara ke dalam penyesalan terdalam dalam dirinya. Penyesalan kerana ia akan kembali hidup sengsara seperti sedia kala.
“Wahai tuan!!!! tolong berikan saya waktu 15 minit saja untuk saya mengambil harta raja secukupnya,” katanya memohon kepada pembantu raja.
“Tidak boleh!,” jawabnya tegas.
“Kalau lima minit bagaimana?” pintanya lagi.
“Tetap tidak boleh!, walau sedetik pun niscaya tidak akan aku berikan, raja telah bermurah hati memberikan 10 jam kepadamu. Kalau kamu belum mengambil harta raja sedikitpun, itu salah kamu. Sekarang mana yang engkau pilih, ingin keluar dari kerajaan ini secara terhormat, atau ku seret kau keluar dengan paksa?” kata si pembantu raja dengan tegas.
Dengan wajah putus harapan dan tubuh longlai seakan tak bertulang keluarlah ia dari kerajaan. Berlian yang begitu berharga, yang nilainya tidak dapat di gantikan oleh penjaga kedai pertama, kedua dan ketiga, bahkan oleh raja sekali pun, hanya ia ganti dengan makanan, yang setelah dua jam kemudian mungkin ia akan merasa lapar lagi?
Dengan minuman, yang mungkin setelah keluar dari kerajaan ia akan merasa kehausan lagi?. Dan dengan tidur, yang pasti di keesokan harinya ia akan tidur lagi?.
Waktu yang raja berikan kepadanya ia sia-siakan begitu saja, tanpa ada bekasnya sedikit pun. Dan akhirnya, ia pun kembali miskin seperti sedia kala.
Sahabat... dari cerita di atas, sedarkah kita siapa sebenarnya lelaki yang menemukan berlian berharga tersebut? Yang mana semua orang bahkan sampai raja sekalipun tidak bisa menggantikanya.
Ternyata tanpa kita sedari, lelaki tersebut adalah saya, anda, dan kita semua yang hidup di dunia ini.
Berlian yang berharga itu adalah usia yang kita miliki, yang tidak seorang pun dapat menggantikanya dengan harta berapa pun jumlahnya.
Raja yang berperanan di atas adalah Allah S.W.T yang telah memberikan kita waktu di dunia ini untuk menimba amal, menjadikan dunia ini ladang bercocok tanam kebaikan untuk bekal kita di akhirat. Dan menjadikan setiap amalan dengan ganjarannya yang berlipat lipat.
Tapi... memang mungkin kita yang kurang menyedari akan nikmat yang telah Allah S.W.T berikan. Kita yang telah terlena dengan gemerlapnya dunia sehingga lupa kemana tujuan kita sebenarnya. Kita telah mensia-siakan waktu yang Allah berikan dengan hal-hal tidak berguna seperti yang di lakukan lelaki miskin tersebut yang mana seharusnya ia bergegas ketika kesempatan itu masih lapang?.
Dan pembantu raja itu adalah Izrail, sang malaikat pencabut nyawa. Jika batasan waktu hidup kita telah habis, maka ia tidak akan menunda walau sedetikpun. Ia tidak akan memberikan kita kesempatan walaupun satu kata taubat. Dan ketika nafas sudah sampai di kerongkongan maka ketika itu diperlihatkan di mana tempat duduk kita di akhirat, di syurga kah? Atau nerakakah?
Mari sama-sama kita berlindung kepada Allah S.W.T agar di jauhkan dari siksaan neraka.
Akhirul kalam semoga Allah SWT memberi kita kekuatan untuk tetap beristiqomah di jalannya, menjalankan syariat-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan menjadikan kita sebagian dari orang-orang yang berkata dan mengamalkan perkataannya, bukan menjadikan kita sebagian dari orang miskin yang melalaikan kesempatan. Dengan harapan besar rahmat, taufik dan hidayah-Nya selalu tercurah kepada kita di dunia dan di akhirat. Amin…
0 komentar:
Post a Comment