Mengutip Kolom Gus Dur Almarhum KH. Abdurrahman Wahid), ia mencoba melukiskan sosok Mbah Kyai Ali; yaitu bahwa tertawa Kyai Ali, senantiasa dilakukannya sepenuh hati. Raut mukanya seperti menyimpan tawa dalam kadar sangat besar. Sedikit alasan saja sudah cukup membuatnya tergelak-gelak. Sering kali orang sekitarnya terbawa pada suasana penuh tawa seperti itu. Hanya bersikap di depan seorang kiai sajalah yang menahan mereka dari tertawa tergelak-gelak.
Seperti kecenderungannya yang begitu besar untuk tertawa sepenuh hati itu, Kyai Ali Krapyak memiliki pandangan serba optimistis tentang kehidupan dan tentang tempatnya sendiri dalam kehidupan itu.
Begitu optimistis ia memandang peranannya dalam kehidupan, sehingga ia sering bagaikan bertindak semau-maunya. Menasehati menteri, menyindir orang lain, dan membuat lelucon bahkan hingga tentang soal-soal keagamaan yang terdalam sekalipun (seperti kepercayaan pada wali).
Seperti persoalan tentang jihad, Kyai Ali dengan merujuk kitab klasik dan sangat popular di pesantren membuat banyak orang terkaget-kaget. Betapa mudahnya Kyai Ali mengontekstualisasikan teks klasik tersebut dengan persolan yang ada di masyarakat saat ini.
Gus Dur mengaku sendiri tercengang, ketika Kyai yang satu ini memaparkan hubungan agama dengan stategi pembangunan untuk memenuhi kebutuhan pokok, itu basic need stategy yang sekarang menjadi benderangnya kaum membangun dari orientasi politik berlainan. (Tempo: 1980)
Di kitab Fathul Mu’in ada masalah itu, kata Kyai Ali. Coba lihat di bagian “jihad’ yang pengertiannya bukan disangka orang selama ini. Jihad adalah perang suci secara militer menurut alasan keagamaan itu kalau diserang. Tetapi, jihad yang lain juga kewajiban fakultatif (fardhu kifayah): menyebarkan ajaran agama, membuktikan kebenaran dan ke-Esa-an Allah, juga menyediakan kebutuhan pokok manusia, itu semua adalah jihad.
“Bagaimana mungkin menyediakan kebutuhan pokok dianggap jihad, Kyai?” “Karena memang begitu perumusannya,” jawab Kyai Ali. Coba lihat rumusannya: menjaga dari kerusakan mereka yang dilindungi Islam. Bagaimana mungkin dijaga dari kerusakan, Kalau tidak dipenuhi kebutuhan pokoknya?
Karena itu, jangan heran kalau syarah (komentar) Fathul Mu’in, judulnya I’anah, merumuskan kewajiban jihad yang satu ini sebagai berikut: menyediakan makanan utama (qut) sebanyak 0,6 kg beras sehari per orang untuk kawasan kita di sini, pakaian dua stel satu tahun, tempat tinggal yang aman dari ganngguan, dan biaya pengobatan. Lalu apa namanya rumus begini ini, kalau bukan kebutuhan pokok?
Dan tentu masih banyak lagi, ilmu-ilmu yang bisa kita ambil dari Kyai Ali yang insyaAllah akan diselenggarakan Haulnya ke-21 di pesantren Krapyak, Sabtu, 24 April 2010, semoga Allah swt meridhoi, dan kita bisa meneruskan perjuangannya. Amin
Arief Fauzi Marzuki,
Sekretaris PW GP ANSOR DIY
0 komentar:
Post a Comment